KATA PENGANTAR
بسم
الله الرحمن الرحيم
Segala
Puji Bagi Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, shalawat dan salam kita
haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw beserta keluarga dan para sahabat
beliau, serta pengikut beliau hingga akhir zaman.
Alhamdulillah,
atas karunia dan rahmat yang diberikan kepada penulis, sehingga makalah ini
dapat disusun dan diselesaikan berdasarkan waktu yang telah diberikan. Makalah
ini berjudul “Konsep Pengembangan Pasar Uang Syariah”.
Penulis menyadari
bahwa terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis
berharap pembaca bisa memberikan kritik dan saran-saran yang membangun dan
memotivasi penulis untuk lebih baik lagi dalam membuat makalah.
Semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca maupun yang menulis. Amin yarabbal
a’lamiin.
Darussalam, 27
Oktober 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Indonesia
adalah Negara yang merdeka dan berdaulat sehingga berhak mengatur wilayah dan
warga negaranya sendiri tanpa campur tangan bangsa lain. Pengaturan wilayah dan
warga Negara Indonesia dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia berdasarkan
pancasila dan UUD 1945. Pelaksanaan undang-undang 1945 pada era Orde Lama dan
Orde Baru cenderung mengarah pada sistem sentralisasi (terpusat), sehingga
kurang memperhatikan pembangunan di daerah-daerah. Untuk itu sistem pemerintahan
terpusat di ubah menjadi sistem otonomi daerah.
Kebijakan
otonomi daerah lahir ditengah gejolak tuntutan berbagai daerah terhadap
berbagai kewenangan yang selama 20 tahun pemerintahan Orde Baru menjalankan
mesin sentralistiknya. Ada dua faktor yang berperan kuat dalam mendorong
lahirnya kebijakan otonomi daerah berupa UU No. 22/1999, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal.
B. Rumusan
Masalah
Masalah yang
akan dibahas adalah sebagai berikut :
1. Apa
pengertian, prinsip dan tujuan Otonomi Daerah?
2. Faktor
apa saja yang mempengaruhi dan menghambat pelaksanaan Otonomi Daerah?
3. Apa
dampak positif Otonomi Daerah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Otonomi Daerah
Otonomi daerah
merupakan sebuah awal dalam hal peningkatan kualitas kehidupan masyarakat
sekaligus ditujukan untuk penigkatan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
Akan tetapi dengan adanya otonomi daerah tidak berarti tugas daerah bertambah
ringan. Justru dalam pelaksanaan otonomi daerah itu dituntut adanya aparatur
daerah yang bersih dari korupsi (KKN) dan lebih kreatif serta mampu menangani
atau mencari inovasi-inovasi baru dalam mengatasi permasalahan daerahnya.
Pengertian
otonomi daerah dapat dilihat pada undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah Pasal 1 Ayat (5), bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang,
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Secara
etimologi kata otonomi berasal dari bahasa yunani, autos yang berarti sendiri
dan nomos yang berarti aturan. Dari pengertian tersebut otonomi berarti
mengatur atau memerintah sendiri.[1]
Beberapa
pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman (1997) mengemukakan bahwa:
1. F.
Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan wewenang untuk
mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
2. Ateng
Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan atau
kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian
itu terwujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggung jawabkan.
3. Syarif
Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah
daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.
Dalam
UU No. 31 Tahun 2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah
kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara
kesatuan Republik Indonesia.
Dapat
disimpulkan bahwa otonomi daerah pada prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu :
1. Aspek
Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
2. Aspek
kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan di
atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.
3. Aspek
kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai perlimpahan
kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan menggali sumber
pembiayaan sendiri.
Bila dikaji
lebih jauh isi dan jiwa undang-undang Nomor 23 Tahun 2004, maka otonomi daerah
mempunyai arti bahwa daerah harus mampu :
1. Berinisiatif
sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan kebijaksanaan sendiri.
2. Membuat
peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan pelaksanaannya.
3. Menggali
sumber-sumber keuangan sendiri.
4. Memiliki
alat pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarananya.
B. Prinsip
dan Tujuan Otonomi Daerah
Daerah otonomi
adalah wilayah administrasi pemerintahan dan kependudukan yang dikenal dalam
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut
undang-undang no.32 tahun 2004, prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah adalah
sebagai berikut.
1. Penyelenggaran
otonomi daerah dilaksanakan dengan memerhatikan aspek demokrasi, keadilan,
pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Pelaksanaan
otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab.
3. Pelaksanaan
otonimi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dn kota,
sedangkan otonimi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
4. Pelaksanaan
otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi Negara, sehingga tetap menjamin hubungan
yang serasi antara pusat dan daerah, serta antar daerah
5. Pelaksanaan
otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonomi oleh karena
itu dalam daerah kabupaten dan daerah kota tidak ada wilayah administrasi.
6. Pelaksanaan
otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislative
daerah, baik sebagai legislasi, pengawas, maupun anggaran atas
penyelenggaran pemerintah pusat.[2]
Otonomi daerah
dalam UU No. 22 tahun 1999 adalah otonomi luas yaitu adanya kewenangan daerah
untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan
kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan,
peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan-kewenangan bidang lainnya
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Disamping itu, keleluasaan maupun
kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.[3]
Prinsip-prinsip
pemberian otonomi daerah dalam UU No. 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut :
a. Penyelenggaraan
otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan,
pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah yang terbatas.
b. Pelaksanaan
otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
c. Pelaksanaan
otonomi daerha yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan daerah
kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
d. Pelaksanaan
otonomi daerah harus sesuai dengan kontibusi Negara sehingga tetap terjalin
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.[4]
Adapun tujuan
pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil
guna penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan guna meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat.
Sejalan dengan
pendapat di atas, The Liang Gie dalam Abdurrahman (1987) mengemukakan bahwa
tujuan pemberian otonomi daerah adalah :
a. Mengemukakan
kesadaran bernegara atau berpemerintah yang mendalam kepada rakyat diseluruh
tanah air Indonesia.
b. Melancarkan
penyerahan dana dan daya masyarakat di daerah terutama dalam bidang
perekonomian.[5]
C. Faktor
yang Mempengaruhi dan Menghambat Pelaksanaan Otonomi Daerah
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah adalah sebagai berikut :
1. Sumber
Daya manusia, memiliki peranan yang sangat menentukan keberhasilan suatu
program atau kegiatan.
2. Sumber
daya alam, sangat mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah karena dapat menjadi
pendukung atau penghambat pelaksanaan.
3. Ketersediaan
dana, merupakan faktor yang sangat mementukan kelanjutan dan keberhasilan suatu
program atau kegiatan dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
4. Sarana
dan prasarana yang tersedia, tanpa sarana dan prasarana yang baik perkembangan
daerah juga akan lamban.
5. Manajemen
atau pengelolaan, merupakan pengaturan dan pengelolaan suatu organisasi atau
badan termasuk Negara.
6. Pengawasan
dan pembinaan, merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan suatu
program atau kegiatan.[6]
Penghambat
pelaksanaan otonomi daerah antara lain sebagai berikut:
1. Tidak
semua daerah otonom di Indonesia memiliki sumber daya manusia yang tinggi,
sehingga masih memerlukan bantuan dari pusat atau daerah lain.
2. Tidak
semua daerah otonom di Indonesia memiliki sumber daya alam yang memadai, sehingga
sulit untuk menggali dana dari potensi alam.
3. Masih
adanya daya tarik menarik antar pemerintah pusat dan daerah tentang kewenangan
masalah tertentu.
4. Adanya
kebiasaan sentralisasi atau terpusat, sehingga kreativitas daerah sulit berkembang.
5. Sebagian
besar daerah otonom masih membiasakan diri tergantung kepada pusat terutama
masalah dana atau keuangan, sehingga sulit untuk mandiri.
6. Timbulnya
kesulitan dalam mengatur sumber daya alam yang dimiliki beberapa daerah yang
berbatasan.[7]
D. Dampak
Positif Otonomi Daerah
Dampak posotif
otonomi daerah adalah memunculkan kesempatan identitas lokal yang ada di
masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan
respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di
daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperolah lebih banyak daripada yang
didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut
memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun
program promosi kebudayaan dan juga pariwisata. Kebijakan-kebijakan pemerintah
daerah juga akan lebih tepat sasaran dan tidak membutuhkan waktu yang lama
sehingga akan lebih efisien. Dampak negative dari otonomi daerah munculnya
kesempatan oknum di tingkat daerah untuk melakukan berbagai pelanggaran,
munculnya pertentangan antara pemerintah daerah dengan pusat, serta timbulnya
kesenjangan antara daerah yang pendapatannya tinggi dengan daerah yang masih
berkembang.[8]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian
otonomi daerah dapat dilihat pada undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah Pasal 1 Ayat (5), bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang,
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dan
pembangunan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah adalah sumber daya manusia dan
alam, ketersediaan dana, sarana dan prasarana yang tersedia,
manajemen/penelolaan, pengawasan dan pembinaan. Dampak posotif otonomi daerah
adalah memunculkan kesempatan identitas lokal yang ada di masyarakat. Dampak
negative dari otonomi daerah munculnya kesempatan oknum di tingkat daerah untuk
melakukan berbagai pelanggaran.
B. Saran
Dari beberapa
penjelasan di atas tentang penulisan Otonomi Daerah dan Implementasinya pasti
tidak terlepas dari kesalahan penulisan dan rangkaian kalimat dan penyusunan.
penulis Makalah ini menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
seperti yang diharapkan oleh para pembaca dan khususnya pembimbing. Oleh karena
itu, kami mengharap kepada para pembaca (mahasiswa) dan dosen pembimbing mata
kuliah ini dapat memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Daftar Pustaka
Azra,
Azyumardi, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani,
ICCE
UIN, Jakarta. 2003.
Gunadi,
Iwan, Kewarganegaraan, PT Pabelan, Jakarta. 2004.
Hidayat,
Komaruddin, Pendidikan Kewarganegaraan, Kencana, Jakarta. 2008.
0 Komentar:
Post a Comment