Sponsor

Sunday, September 3, 2017

Resume Buku Administrasi Pendidikan

BAB 1
KONSEP ADMINISTRASI PENDIDIKAN

A. Pengertian Administrasi
Kata administrasi menurut  Daryanto ( 2011 : 1 ) berasal dari bahasa latin “ad” dan “ministro”. Ad mempunyai arti “kepada” dan ministro berarti “melayani”. Secara bebas dapat diartikan bahwa administrasi merupakan pelayanan dan pengabdian terhadap subjek tertentu.
Selanjutnya untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang pengertian administrasi, berikut beberapa pengertian administrasi menurut para ahli :
1)      Daryanto ( 2011 : 7 ) : adalah aktivitas-aktivitas untuk mencapai suatu tujuan, atau proses penyelenggaraan kerja untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.
2)      Trisna ( dalam Daryanto, 2011 : 7) : adalah keseluruhan proses penyelenggaraan dalam usaha kerja sama dua orang atau lebih dengan secara rasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya secara efisien.
3)      Ngalim Purwanto ( 2010 : 1 ) : adalah suatu kegiatan atau usaha untuk membantu , melayani, mengarahkan, atau mengatur semua kegiatan di dalam mencapai suatu tujuan.
4)      Syaiful Sagala ( 2009 : 26 ) : adalah rangkaian kegiatan bersama sekelompok manusia seacara sistematis untuk menjalankan roda suatu usaha atau misi organisasi agar dapat terlaksana, suatu usaha dengan suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan.
Berdasarkan pengertian administrasi tersebut,  maka dalam setiap kegiatan administrasi terdapat beberapa unsur yang selalu kait-mengait satu sama lain. Unsur pokok di dalam administrasi yang dimaksud adalah :
Ø  Adanya sekelompok manusia yang tergabung dalam satu organisasi
Ø  Proses yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan
Ø  Adanya sumber daya dan sumber dana
Ø  Rangkaian kegiatan atau adanya proses
Ø  Proses dilakukan secara efektif dan efisien
Dengan mengemukakan unsur-unsur tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian administrasi adalah suatu proses kerja sama antara orang-orang dengan menggunakan sumber dana dan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.
B.  Pengertian Pendidikan
Pendidikan diartikan oleh beberapa tokoh pendidikan sebagai berikut :
1)      Suparlan Suhartono ( 2009 : 80 ) : merupakan system proses perubahan menuju pendewasaan, pencerdasan, dan pematangan diri.
2)      Chalijah Hasan ( 1989 : 19 ) : adalah bantuan yang diberikan dengan sengaja kepada anak dalam pertumbuhan jasmani dan rohaninya untuk mencapai tingkat dewasa.
3)      Ahmad D Marimba ( 1989 : 19 ) adalah bimbingan dan pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
4)      Abdurrahman An-Nahlawi ( dalam Daryanto, 2011 : 5 ) adalah proses yang mempunyai tujuan sasaran dan objek.
Dari pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan merupakan :
·         Suatu usaha pembentukan kepribadian dan kemampuan anak dalam menuju kedewasaan
·         Suatu bimbingan yang diberikan kepada anak dalam pertumbuhannya
·         Suatu usaha dalam mencapai tujuan

C. Pengertian Administrasi Pendidikan
Untuk memperluas pemahaman tentang pengertian administrasi pendidikan berikut ini dikemukakan beberapa batasan atau definisi yaitu :
1)      Ngalim Purwanto ( 2010 : 4 ) : Administrasi pendidikan adalah segenap proses pengerahan dan pengintegrasian segala sesutu, baik personal, spiritual maupun material, yang bersangkut paut dengan pencapaian tujuan pendidikan.
2)      Daryanto ( 2011 : 12 )  : Administrasi pendidikan adalah tindakan mengkoordinasikan perilaku manusia dalam pendidikan agar sumber daya yang ada dapat ditata sebaik mungkin sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai secara produktif.
3)      Syaiful Sagala ( 2009 : 39 ) : Administrasi pendidikan adalah suatu proses atau peristiwa mengkoordinasikan sejumlah kegiatan yang saling bergantung dari orang-orang dan kelompok-kelompok baik kegiatan yang berada pada pemerintahan maupun satuan pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan.
4)      Dadang Suhardan ( 2010 : 30 ) : Administrasi pendidikan adalah disiplin ilmu yang mempelajari usaha kerja sama dengan melibatkan segenap sumber daya yang ada untuk mengembangkan potensi peserta didik dalam mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
5)      Djam’an Satori ( dalam Uhar Suharsaputra, 2010 : 12 ) : administrasi pendidikan dapat diartikan sebagai keseluruhan proses kerja sama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.
Dengan memperhatikan berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa administrasi pendidikan adalah suatu proses kerja sama oleh sejumlah orang yang memanfaatkan semua sumber dan fasilitas yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.



BAB II
SEKOLAH SEBAGAI ORGANISASI PENDIDIKAN

Sekolah sebagai organisasi pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam mengembangkan potensi peserta didik, sebagaimana definisi pendidikan yang termuat dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dan mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekutn spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.  
Dari definisi pendidikan tersebut, dapat diambil benang merah, bahwa esensinya pendidikan mengarah pada “penciptaan suasana belajar yang efektif” dan proses “pembelajaran yang interaktif”. Dalam hal ini, proses pembelajaran yang dilakukan merupakan aspek utama organisasi sekolah, karena dalam proes pembelajaran terjadi proes perubahan kemampuan peserta didik sebagai evaluasi dari sistem pendidikan yang dilakukan di sekolah.
Sekolah sebagai organisasi dengan sistem terbuka, senantiasa mampu beradaptasi dan peka terhadap perubahan atau perkembangan yang terjadi. Setiap aktivitas yang ada di sekolah, harus mengarah pada proses pembelajaran, karena hakikatnya sekolah merupakan organisasi pembelajar (learning organization).
Menurut Sange (1994), organisasai pembelajar adalah organisasi tempat dimana anggota-anggotanya secara terus menerus meningkatkan kapasitasnya untuk menciptakan pola berfikir baru dengan membiarkan berkembangnya aspirasi kreatif dan tempat orang terus menerus berupaya belajar bersama.  Selain itu, menurut Garvin (1993 : 78-91), organisasi pembelajar adalah organisais yang senantiasa berusaha, menciptakan, mencari, dan mentransfer pengetahuan serta memodifikasi perilakunya berdasarkan pengetahuan dan wawasan baru tersebut. organisasi belajjar tidak hanya menghasilkan cara berfikir, tapi juga menerapkan pengetahuan baru di dalam mengerjakan pekerjaan. Dixon (1998), mengemukakan bahwa organisasi pembelajar adalah organisasi tempat dimana terdapat kebiaaan belajar, baik pada tingkat individu, kelompok, atau sistem secara keseluruhan untuk mengadakan transformasi secara terus menerus dengan tujuan untuk memuaskan stakeholders.
Dari definisi menurut para ahli di atas, sekolah yang menerapkan dirinya sebagai orgnisasi pembelajar merupakan sekolah yang menerapkan secara efektif esensi atu makna pendidikan, dimana pada esensinya makna pendidikan mengarh pad pembelajaran yang menyangkut :
1)      learning to know  (berorientasi pada pengembangan atau perluasana pengetahuan individu)
2)      learning to do (berorientasi pada skill atau keterampilan individu)
3)      learning to be (berorientasi pada tanggung jawab diri, nilai, dimana seseorang mampu bertindak sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan yang ia miliki secara bertanggung jawab, sehingga mulai terbentuk kepribadian yang baik)
4)      learning to live together in peace and harmony (tahap ini merupakan keseluruhan dari proses pembelajaran yang efektif, dimana seseorang mampu beradaptasi dan hidup bersama secara damai dalam lingkup masyarakat luas.
Sekolah sebagai organisais pembelajaran akan selalu bersikap terbuka untuk belajar, sehingga keterlibatn seluruh personil sekolah sangat dominan untuk menciptakan efektivita sekolah. Ada beberapa dimensi organisasi pembelajaran (learning organization) yang dikemukakan oleh Aan Komariah dan Cepi Triatna (2008 : 59-64), diantaranya :
a)      Transfering knowledge, yaitu berorientasi pada terjadinya transformasi ilmu pengetahuan. Dalam implementasinya terhadap pembelajaran di sekolah, dimensi ini terletak pada pembelajaran yang bersifat student oriented (menyangkut kebutuhan belajar peserta didik, perbedaan individual, dan kepribadian peserta didik) dan content oriented (hal ini berhubungan dengan materi dan metode pembelajaran yang disampaikan oleh guru).
b)      Opennes, yaitu keterbukaan sistem dalam menerima pengetahuan atau pengalmn dari berbagai pihak, baik yang bersift kritik, saran, pendapat, mupun lainnya. Sikap terbuka, akn membut organisasi semakin mudah untuk berkembang dan jauh dari sifat entropy, hl ini dikarenakan sekolah tanggap dan tangguh menerima berbagai kondisi atu situasi, baik secara internal maupun eksternal.
c)      System Thinking, yaitu kemampuan berfikir secara sistematis mencakup makna kemampuan untuk selallu berfikir dan bertindak dengan pendekatan yang menyeluruh, serta mampu menimbang segala unsur yang berkaitan.
d)     Team Leraning, adalah kemampuan dan kemauan belajar dan bekerja sama dalam tim. Dimesi ini mengarah pada pembentukan kekuatan dan kapasitas tim, baik dari segi semangat, komitmen, kecerdasan, sehingga akan mempermudah dalam bertukar pikiran, dan hal ini akan lebih efektif dibandingkan kemampuan belajar individu.
e)      Creativity. Supriyadi (1994 : 7), mendefiniskan kreatif sebagai kemampuan seseorang menlahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Dari definisi tersebut, kreatif identif dengan berfikir kreatif, berusaha melahirkan feature atau keistimewaan dan keunggulan dari setiap gagasan atau ide nya. pembelajaran yang bersifat kreatif akan menghasilkan sesuatu yang bermutu dan berjalan secara terus menerus, karena hakikatnya sesuatu yang bermutu itu tidak akan selesai atau bersifat dinamis tidak statis.
f)       Emphaty, merupakan sifat yang penuh dengan kepedulian dan respon terhadap berbagai kedaan. Sifat emphty yang diterapkn di sekolah akan menghasilkan suasabna atau iklim belajar yang menyenangkan, karena menghasilkan komunikasi yang efektif antar warga sekolah maupun stakeholder.
g)      Personil Maturity, berhubungan dengan kemapanan SDM yang ada dalam organisasi sekolah. Kedewasaan atau kematangan personil sekolah akan mempurmudah kepala sekolah kaupun guru dalam menempatkan atau memposisikan tugas untuk etiap personil sekolah termasuk peserta didik. Kematangan menunjukkan daya kemampuan dan kemauan seseorang untuk melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini, jelas sangat penting dalam sebuah organisasi.
Selain dimensi-dimensi di atas, Aan Komariah dan Cepi triatna (2008 : 65), mengemukakan karakteristik organisasi pembelajar sebagai berikut :
a)      Organisasi pembelajar memiliki budaya dan seperangkat nilai yang mendorong belajar, dengan indikator yang tampak adalah keterbukaan pada pengalaman, tidak menghindar dari kesulitan, dan kemauan untuk menelaah kegagalan dan mau belajar darinya.
b)      Strategi organisasi menyatakan bahwa belajar merupakan sumber keunggulan strategi yang mantap.
c)      Organisais belajar memiliki struktur organisasi yang permeable, flexible, and network intimacy.
d)     Sistem organisasi dalam organisasi pembelajar sangat akurat, tepat waktu, dan tersedia untuk siapa pun yang membutuhkan dan dalam bentuk yang mudah dipergunakan. Hal ini menandakan bahwa sekolah sebagai organisasi pembelajar memiliki manajemen sistem informasi yang baik dan efektif.
e)      Organisasi pembelajar menyeleksi orang tidak berdasarkan apa-apa yang diketahu, tetapi berdasarkan kemampuannya belajar dan menyesuaikan tindakannya berdasarkan hasil belajar
f)       Organisais pembelajar belajar dari orang lain
g)      Pemimpin organisasi pembelajar adalah pembelajar
Namun, dalam prakteknya tidak semua sekolah menerapkan learning organization ini. masih banyak sekolah-sekolah yang belum menerapkan pembelajaran yang mengarah pada student oriented maupun content oriented. Hal ini dapat terlihat, dari banyaknya guru yang belum profesional dalam melakukan pembelajaran di kelas, serta manajemen sekolah yang belum efektif. Dalam hal ini, kepala sekolah sebagai pemimpin harus mampu mengarahkan semua personil sekolah dalam mengakomodir kebutuhan warga sekolah untuk mau belajar guna meningkatkan kemampuannya.


BAB III
IKLIM DAN BUDAYA ORGANISASI SEKOLAH

A.   IKLIM ORGANISASI
            Taguiri dan Litwin dalam Soetopo (2010) mengartikan iklim organisasi adalah suatu kualitas lingkungan internal organisasi yang dialami oleh anggotanya, mempengaruhi prilakunya dan dapat dideskripsikan dengan nilai-nilai karakteristik organisasi. Dengan penegrtian ini, Miner (1998) menyarikan aspek-aspek definisi iklim organisasi sebagai berikut :
a)      Iklim organisasi berkaitan dengan unit yang besar yang mengandung cirri karakteristik tertentu.
b)      Iklim organisasi lebih mendiskripsikan suatu unit organisasi daripada menilainya.
c)      Iklim organisasi berasal dari praktik organisasi, dan
d)     Iklim organiasasi mempengaruhi prilaku dan sikap aggota organisasi.
             Dalam kaitannya dengan iklim organisasi, Steers dalam Soetopo (2010) menyatakan bahwa iklim organisasi dapat dilihat dari dua sisi pandang yaitu (1) iklim organisasi dilihat dari persepsi para anggota terhadap organisasinya, (2) iklim organisasi dilihat dari hubungan antara kegiatan-kegiatan organisasi dan perilaku manajemennya.
             Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Halpin (1971) yang menggunakan  Organizational Climate Description Quesionare (OCDC), terdapat enam klasifikasi iklim organiasi yaitu :
1)      Open Climate yang menggambarkan tentang situasi dimana anggota organisasi merasa senang untuk bekerja, saling kerjasama serta adanya keterbukaan.
2)      Outonomous Climate yaitu situasi dimana adanya kebebasan, adanya peluang kreatif, sehingga para anggota memiliki peluang untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan mereka.
3)      The Controlled Climate yang ditandai adanya penekanan atas prestasi dalam mewujudkan kepuasan kebutuhan social, setiap orang bekerja keras serta kurangnya hubungan antar sesama anggota
4)      The Familiar Climate yaitu adanya rasa kesejawatan tinggi antara pimpinan dan anggota
5)      The Paternal Climate yang bercirikan adanya pengontrolan pimpinan terhadap anggota, dan
6)      The Closed Climate yang ditandai suatu situasi rendahnya kepuasan dan prestasi tugas serta kebutuhan social para anggota, pimpinan sangat tertutup terhadap para anggotanya.
             Dari keenam klasifikasi iklim organisasi berdasarkan OCDC tersebut, Halpin kemudian mengelompokkan iklim organiasasi secara garis besar menjadi dua yaitu open climate dan closed climate. 
Halpin sebagaimana dikutip Soetopo (2010) membagi komponen iklim organisasi berdasarkan karakteristik kelompok sebagai berikut :
1)      Disengagement atau ketidakikutsertaan, yaitu suatu kadar dimana staf atau bawahan cenderung tidak terlibat dan tidak commite terhadap pencapaian tujuan organisasi.
2)      Hindrance atau halangan, yaitu mengacu pada perasaan para staf bahwa pimpinan membebani mereka dengan tugas yang memberatkan pekerjaan mereka.
3)      Esprit atau semangat, yaitu mengacu pada semangat kerja karena terpenuhinya kebutuhan social dan rasa punya prestasi dalam pekerjaan.
4)      Intimacy atau keintiman, yaitu kadar kekohesifan antar staf dalam organisasi.
5)      Sedangkan berdasarkan kategori prilaku pemimpin sebagai berikut :
6)      Aloofness atau keberjarakan, yaitu menggambarkan kadar prilaku pemimpin yang formal dan impersonal yang menunjukkan jarak social dengan staf.
7)      Production Emphasis atau penekanan pada hasil yaitu mengacu pada prilaku pemimpin agar staf bekerja keras, misalnya dengan pengawasan ketat, direktifdan menuntut hsil maskimal.
8)      Thrust atau rasa yakin, yaitu mengacu pada kadar prilaku pemimpin yang ditandai kerja kerasnya agar dicontoh oleh staf.
9)      Consideration atau perhatian, yaitu mengacu pada kadar prilaku pemimpin dengan memperlakukan staf secara manusiawi sesuai dengan martabatnya (Owens, 1991; Halpin, 1971).

B. BUDAYA ORGANISASI
a.  Budaya
Istilah budaya berasal dari bahasa Latin yaitu colere yang berarti mengolah, mengerjakan, terutama mengolah tanah atau bertani. Kemudian dalam bahasa Inggris menjadi culture.
Menurut Edgar H. Schein dalam Umam (2010) berpendapat bahwa “budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik”. Oleh karena itu, budaya diajarkan (diwariskan) kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat memahami, memikirkan, dan merasakan terkait masalah-masalah tersebut.
b.  Organisasi
            Organisasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Setiap manusia hidup dalam sebuah organisasi. Organisasi didefinisikan beragam oleh para ahli. Variasi definisi ini didasarkan pada sudut pandang dan waktu ahli ketika mendefinisikan.
            Gibson, Ivancevich dan Donelly (1996) mendefinisikan organisasi sebagai “wadah yang memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil yang sebelumnya tidak dapat dicapai oleh individu secara sendiri-sendiri”. Lebih jauh, ketiganya menyebutkan bahwa organisasi adalah suatu unit terkoordinasi yang terdiri setidaknya dua orang yang berfungsi mencapai satu sasaran tertentu atau serangkaian sasaran. Definisi ini menekankan pada upaya pencapaian tujuan bersama secara efektif dan efisien melalui koordinasi antar unit organisasi.
c.   Budaya Organisasi
            Terdapat kesepakatan luas bahwa budaya organisasi merujuk pada sistem pengertian bersama yang dipegang oleh anggota-anggota suatu organisasi yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya (Robbins, 2005;485). Sistem pengertian bersama ini dalam pengamatan yang lebih seksama merupakan serangkaian karakter penting yang menjadi nilai bagi suatu organisasi.
Dari semua definisi tentang budaya organisasi diatas, secara umum dapat ditetapkan bahwa budaya organisasi berkaitan dengan makna bersama, nilai, sikpa dan keyakinan. Dapat dikatakan bahwa jantung dari suatu organisasi adalah sikap, keyakinan, kebiasaan dan harapan dari seluruh individu anggota organisasi mulai dari manajemen puncak hingga manajemen yang paling rendah, sehingga tidak ada aktifitas manajemen yang dapat melepaskan diri dari budaya.


BAB IV
KEPEMINPINAN PENDIDIKAN

Konsep seorang pemimpin Pendidikan tentang kepemimpinan dari kekuasaan yang memproyeksikan diri dalam bentuk sikap memimpin, tingkah laku dan sifat kegiatan pemimpin yang dikembangkan dalam lembaga pendidikannya akan mempengaruhi situasi kerja, semangat kerja anggota - anggota staf, sifat hubungan kemanusiaan diantara sesamanya, dan akan mempengaruhi kualitas hasil kerja yang mungkin dapat dicapai oleh lembaga Pendidikan tersebut. Kepemimpinan dapat diklasifikasikan menjadi empat tipe yaitu otoriter, laissez-faire,demokrasi, pseudo demokrasi
1. Tipe Otoriter
Disebut juga tipe kepemimpinan authoritarian. Dalam kepemimpinan ini, pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap anggota - anggota kelompoknya. Baginya memimpin adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Batasan kekuasaan dari pemimpin otoriter hanya dibatasi oleh undang - undang. Bawahan hanya bersifat sebagai pembantu, kewajiban bawahan hanyalah mengikuti dan menjalankan perintah dan tidak boleh membantah atau mengajukan saran. Mereka harus patuh dan setia kepada pemimpin secara mutlak.
2. Tipe Laissez-faire
Dalam tipe kepemimpinan ini sebenarnya pemimpin tidak memberikan kepemimpinannya, dia membiarkan bawahannya berbuat sekehendaknya. Pemimpin sama sekali tidak memberikan control dan koreksi terhadap pekerjaan bawahannya. Pembagian tugas dan kerja sama diserahkan sepenuhnya kepada bawahannya tanpa petunjuk atau saran - saran dari pemimpin. Dengan demikian mudah terjadi kekacauan - kekacauan dan bentrokan - bentrokan.
3. Tipe Demokratis
Pemimpin ikut berbaur di tengah anggota - anggota kelompoknya. Dalam tindakan dan usaha – udahanya ia selalu berpangkal kepada kepentingan dan kebutuhan kelompoknya, dan mempertimbangkan kesanggupan dan kemampuan kelompoknya.
Dalam melaksanalan tugasnya, ia mau menerima dan bahkan mengharapkan pendapat dan saran - saran dari kelompoknya. Ia mempunyai kepercayaan pula pada anggota - anggotanya bahwa mereka mempunyai kesanggupan bekerja dengan baik dan bertanggung jawab.
4. Tipe Pseudo-demokratis
Tipe ini disebut juga semi demokratis atau manipulasi diplomatic. Pemimpin yang bertipe pseudo-demokratis hanya tampaknya saja bersikap demokratis padahal sebenarnya dia bersikap otokratis. Misalnya jika ia mempunyai ide - ide, pikiran, atau konsep yang ingin diterapkan di lembaga Pendidikannya, maka hal tersebut akan dibicarakan dan dimusyawarahkan dengan bawahannya, tetapi situasi diatur dan diciptakan sedemikian rupa sehingga pada akhirnya bawahan didesak agar menerima ide atau pikiran tersebut sebagai keputusan bersama. Pemimpin ini menganut demokrasi semu dan lebih mengarah kepada kegiatan pemimpin yang otoriter dalam bentuk yang halus, samar - samar, dan yang mungkin dilaksanakan tanpa disadari bahwa tindakan itu bukan tindakan pimpinan yang demokratis.




BAB V
PENGEMBANGAN KINERJA GURU

Kinerja merupakan terjemahan dari kata performance (Job Performance), secara etimologis performanceberasal dari kata to perform yang berarti menampilkan atau melaksanakan, sedang kata performance berarti “The act of performing; execution”( Webster Super New School and Office Dictionary), menurut Henry Bosley Woolfperformance berarti “The execution of an action” (Webster New Collegiate Dictionary) Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja atau performance berarti tindakan menampilkan atau melaksanakan suatu kegiatan, oleh karena itu performance sering  juga diartikan penampilan kerja atau prilaku kerja.
Sementara itu Gibson et al (1995: 56), memberikan gambaran lebih rinci dan komprehensif tentang faktor–faktor yang berpengaruh terhadap performance/kinerja, yaitu :
a.       Variabel Individu, meliputi kemampuan, keterampilan, mental fisik, latar belakang keluarga, tingkat sosial, pengalaman, demografi (umur, asal – usul, jenis kelamin).
b.      Variabel Organisasi, meliputi sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur desain pekerjaan.
c.       Variabel Psikologis yang meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi.  
Pendapat Keith Davis (1994:484) yang dikutip oleh  A. Anwar Prabu Mangkunegara (2001:67) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah :
1.      Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Pegawai akan mampu mencapai kinerja maksimal jika ia memiliki motivasi tinggi.
2.      Faktor Kemampuan
Secara psikologis kemampuan (Ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (Knowledge + Skill). Artinya pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ  110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
Menurut Lunenburg dan Ornstein (2004:53), dalam proses Manajemen Sumberdaya Manusia, terdapat  enam program yaitu :
1.      Human resource planning
2.      Recruitment
3.      Selection
4.      Professional develepment
5.      Performance appraisal
6.      Compensation
Menurut Wayne F. Cascio (dalam Sahlan Asnawi,1999:145)  sebagaimana dikutif oleh Sahlan Asnawi penilaian Kinerja bertujuan :
1.      sebagai dasar pemberian reward and punishment
2.      sebagai kriteria dalam riset personil
3.      sebagai prediktor
4.      sebagai dasar untuk membantu merumuskan tujuan program training
5.      sebagai feedback bagi karyawan itu sendiri
6.      sebagai bahan kaji bagi organisasi dan pengembangannya




BAB VI
KOMPETENSI SEBAGAI DASAR  PENGEMBANGAN KINERJA GURU

Pengembangan profesional pendidik memerlukan peningkatan kompetensi khususnya dalam menghadapi masalah pembelajaran di kelas, dan inovasi pembelajaran merupakan hal yang penting dalam kompetensi tersebut. Inovasi Pembelajaran (Depdiknas,2007:2) apabila dilaksanakan secara berkesinambungan akan berdampak sebagai berikut :
1.      Kemampuan dalam menyelesaikan masalah pembelajaran akan semakin meningkat
2.      Penyelesaian masalah pembelajaran melalui sebuah pengembangan inovasi akan meningkatkan isi, masukan, proses, sarana/prasarana dan hasil belajar peserta didik
3.      Peningkatan kemampuan dalam pembelajaran tersebut akhirnya akan berdampak pada peningkatan kepribadian dan keprofesionalan dosen dan guru untuk selalu berimprovisasi baik melalui adopsi, adaptasi, atau kreasi dalam pembelajaran dan bermuara pada peningkatan kualitas lulusan.
Dengan demikian peran guru dalam meningkatkan mutu pendidikan memerlukan sikap inovatif, karena inovasi pendidikan sangat besar dan menentukan bagi keberhasilan peningkatan kualitas pendidikan melalui pengembangan inovasi pembelajaran atau inovasi lainnya yang dapat menunjang pembelajaran, dan dengan semakin meningkatnya kualitas pembelajaran harapan dan tujuan untuk dapat menghasilkan lulusan yang makin berkualitas dan siap serta mampu dalam menghadapi persaingan akan   dapat terwujud.
       


BAB VII
MUTU PENDIDIKAN

Kata mutu diambil dari bahasa latin “Qualis” yang artinya what kind of (tergantung dengan kata apa yang mengikutinya). Pengertian mutu sendiri menurut Deming ialah kesesuaian dengan kebutuhan. Sedangkan menurut Juran, mutu ialah kecocokan dengan kebutuhan. Sallis (2003) mengemukakan bahwa mutu adalah konsep yang absolut dan relatif. Mutu yang absolut adalah mutu yang mempunyai idealisme tinggi dan berstandar tinggi yang harus dipenuhi, dengan sifat produk bergengsi yang tinggi. Sedangkan mutu relatif adalah sebuah alat yang sudah ditetapkan dan harus memenuhi standar yang telah dibuat.
Mutu di bidang pendidikan meliputi 4 mutu input, proses, output, dan outcome, yaitu :

a.       Input pendidikan dinyatakan bermutu apabila telah berproses. 
b.      Proses pendidikan bermutu jika mampu menciptakan suasana yang aktrif, kreatif dan juga menyenangkan.
c.       Output dinyatakan bermutu jika hasil belajar dalam bidang akademik dan nonakademik siswa tinggi. 
d.      Outcome dinyatakan bermutu apabila lulusan cepat terserap di dunia kerja, gaji yang wajar, dan semua pihak mengakui kehebatannya lulusannya dan merasa puas.

Mutu dalam konteks manajemen mutu terpadu atau Total Quality Management (TQM) bukan hanya suatu gagasan, tetapi suatu filosofi dan metodologi untuk membantu lembaga dalam mengelola perubahan secara sistematik dan totalitas, melalui suatu perubahan visi, misi, nilai, serta tujuan. Di dalam dunia pendidikan untuk menilai mutu lulusan suatu sekolah dilihat dari keseuaian dalam kemampuan yang dimilikinya dengan tujuan yang telah ditetapkan di dalam kurikulum.


BAB VIII
PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

Pengertian pembiayaan pendidikan yang bersifat budgetair yaitu biaya pendidikan yang diperoleh dan dibelanjakan oleh sekolah sebagai suatu lembaga. Artinya, biaya-biaya pendidikan yang bersifat budgetair dan non budgetair termasuk dalam pengertian biaya pendidikan dalam arti luas. Sedangkan pengertian biaya pendidikan yang bersifat nonbudgetair yaitu biaya-biaya pendidikan yang dibelanjakan oleh murid, atau orangtua/keluarga dan biaya kesempatan pendidikan Nanang Fattah (2006:23).

Berdasarkan pendekatan unsur biaya (ingredient approach), pengeluaran sekolah dapat dikategorikan kedalam beberapa item pengeluaran yaitu:
1). Pengeluaran untuk pelaksanaan pelajaran
2). Pengeluaran untuk tata usaha sekolah
3). Pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah
4). Kesejahteraan pegawai
5). Administrasi
6). Pembinaan teknis education dan
7). Pendataan

Menurut Nanag Fattah (2006:47) penganggaran merupakan kegiatan atau proses penyusunan anggaran (budget). Budget merupakan rencana operasional yang dinyatakan secara kuantitatif dalam bentuk satuan uang yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan lembaga dalam kurun waktu tertentu.
Menurut Nanang Fattah (2006:49) melihat perkembangannya, anggaran memfunyai manfaat yang dapat digolongkan kedalam tiga jenis yaitu:
1. sebagai alat penaksir,
2. sebagai alat otorisasi pengeluaran dana, dan
3. sebagai alat efesiensi.




BAB IX
INOVASI PENDIDIKAN DAN PERAN GURU


A. Peranan Guru Di Sekolah
Peranan diartikan sebagai seperangkat tingkah laku atau tugas yang harus atau dapat dilakukan seseorang pada situasi tertentu sesuai dengan fungsi dan kedudukannya. Seperangkat tugas yang harus dilakukan seseorang sesuai dengan kedudukan dan harapan masyarakatnya disebut dengan peranan yang diharapkan atau ascribed role.  Sedangkan seperangkat tugas dan kewajiban yang dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang ada merupakan peranan yang dapat dicapai atau disebut achieved role.
Sehubungan dengan tugas profesionalnya, seorang guru paling tidak harus melaksanakan peranan sesuai dengan profil kemampuan dasar profesional guru dalam proses belajar-mengajar sebagai berikut:
1.Menguasai bahan pelajaran
2.Mengelola program belajar-mengajar
3.Mengelola kelas
4.Menggunakan media dan sumber
5.Menguasai landasan-landasan kependidikan
6.Mengelola interaksi belajar-mengajar
7.Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran
8.Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan
9.Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
10.Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran
Redja Mudyahardjo dalam Wahyudin, et.al (2007:9.34) mengelompokkan jenis kemampuan pokok yang ideal dikuasai guru profesional ke dalam 3 kelompok, yaitu:
1.      Kemampuan membantu siswa belajar secara efisien dan efektif agar mencapai hasil optimal. Adapun kemampuan itu terdiri atas: (1) Mengelola kegiatan belajar mengajar dan (2) Melakukan bimbingan siswa.
2.      Kemampuan menjadi penghubung kebudayaan dan masyarakat yang aktif kreatif dan fungsional. Adapun kemampuan ini terdiri dari: (1) Menjadi mediator kebudayaan baik sebagai pembawa kebudayaan, pemelihara kebudayaan maupun sebagai pengembang kebudayaan dan (2) Menjadi komunikator sekolah dan masyarakat.
3.      Kemampuan menjadi pendukung pengelolaan program kegiatan sekolah dan profesi. Adapun dalam hal ini guru dapat melakukan kegiatan sebagai berikut: (1) Menjadi anggota staf sekolah yang produktif dan (2) Menjadi anggota administrasi profesional yang produktif.
Idealnya, tingkat kemampuan yang diharapkan dimiliki guru profesional adalah tingkat kemampuan yang menunjukkan efisiensi yang tinggi dalam melaksanakan pekerjaannya. Menurut Alen Richard dalam Wahyudin      et .al (2007:9.34) efisiensi profesional mencakup 5 kemampuan, yaitu:
1.      Ketrampilan teknologi yaitu dapat melakukan pekerjaan dengan menggunakan teknik-teknik kerja ilmiah yang mendekati kesempurnaan.
2.      Pengetahuan teknologi yang relevan yaitu dapat menguasai teknik-teknik kerja ilmiah yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan bidang pekerjaannya.
3.      Pengetahuan tambahan untuk pengembangan yaitu dapat menguasai pengetahuan tentang konsep dan metode penelitian dan pengembangan yang dapat dipergunakan dalam bidang pekerjaannya.
4.      Kemampuan mengambil keputusan secara tepat yaitu dapat melaksanakan kepemimpinan dalam bidang pekerjaannya.
5.      Kualitas Moral yaitu teguh terikat pada kode etik jabatannya dalam situasi bagaimana pun yang dihadapinya.
B. Peran Serta Guru Dalam Pelaksanaan Inovasi Pendidikan
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa perubahan yang terjadi pada salah satu aspek dapat mempengaruhi aspek kehidupan lainnya. Demikian jugalah perubahan yang terjadi pada aspek pendidikan akan berpengaruh pada guru sebagai pemegang peranan utama dalam menentukan keberhasilan pendidikan. Telah banyak perubahan (inovasi ) yang dilakukan dalam bidang pendidikan seperti: 1) Penggunaan analisis dan pendekatan sistem dalam perencanaan pendidikan dan pengajaran di Indonesia yang melahirkan produk berupa Sistem Perencanaan, Pemrograman dan Penganggaran Pendidikan (SP4), 2) Proyek Pendidikan Anak Oleh Masyarakat dan Orang tua (PAMONG), 3) Pengembangan SD kecil,  4) CBSA, 5) Program Kejar Paket A, B dan C, 6) SMP  dan Universitas Terbuka, 7) Proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar (PEQIP=Primary Education Quality Improvement Project) dan lain sebagainya.
Dalam berbagai inovasi yang telah disebutkan dalam contoh diatas dan diterapkan di negara kita tentulah semuanya melibatkan guru sebagai ujung tombak dalam dunia pendidikan. Adapun peran serta  dan keterlibatan guru dalam setiap inovasi pendidikan yang ada di Indonesia terdiri atas:
1. Guru Bersikap Terbuka dan Peka Terhadap  Perubahan (Inovasi)
 Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, guru harus senantiasa bersikap terbuka terhadap berbagai aspirasi atau kritikan yang muncul dari manapun datangnya. Guru dituntut untuk selalu siap mendiskusikan apapun bentuknya baik dengan rekan sejawat, dengan murid, orang tua murid atau dengan masyarakat sekitarnya yang peduli terhadap kemajuan. Seorang guru yang terbuka senantiasa dapat menampung aspirasi dari berbagai pihak, sehingga sekolah dapat menjadi agen perubahan dan guru menjadi pendukung utamanya. Dengan sikap seperti itu akan mendorong para guru untuk terus menerus berusaha memperbaiki kinerjanya guna menciptakan suasana kehidupan yang demokratis di sekolah baik dalam proses belajar-mengajar maupun dalam lingkup yang lebih luas lagi.
Dalam menghadapi dan menjawab tantangan zaman akibat perkembangan yang pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, guru dituntut pula untuk peka terhadap berbagai bentuk perubahan baik yang berlangsung di sekolahnya maupun yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Sikap ini penting dimiliki para guru dan tenaga kependidikan lainnya agar suasana kehidupan sekolah tidak selalu bersifat rutin, merasa puas dengan sarana dan fasilitas yang ada serta metode dan teknik pembelajaran yang lama, tetapi selalu berusaha menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi. Untuk itu kemampuan melakukan penelitian guna memecahkan masalah yang dihadapi penting serta harus dikuasai dan dimiliki oleh guru, meskipun dalam kadar yang masih sederhana.
2. Guru Sebagai Agen Pembaharuan Dalam Inovasi Pendidikan
Inovasi pendidikan dilakukan guna memecahkan masalah yang dihadapi, agar dapat memperbaiki mutu pendidikan secara efektif dan efisien. Salah satu bentuk peran serta yang dapat dilakukan guru terhadap inovasi adalah sebagai agen pembaharuan. Rogerset.al (1983:312) menjelaskan pengertian agen pembaharuan sebagai berikut: “A change agent is an individual who influences clients, innovation decisions in a direction deemed desirable by a change agency”. Seorang agen pembaharuan adalah seseorang  yang mempengaruhi keputusan inovasi para klien (sasaran) kearah yang diharapkan oleh lembaga pembaharu.
Guru sebagai agen pembaharuan dalam inovasi pendidikan dapat melakukan peranan sebagaimana dikemukakan oleh Nyoman Sucipta, (1982:23) sebagai berikut:
1.      pemberi informasi
2.      mempercepat terjadinya difusi inovasi
3.      sebagai komunikator antar subsistem dalam masyarakat dan
4.      berusaha mengaitkan sistem yang satu dengan sistem yang lain
Sesuai dengan tahapan inovasi dari sudut pencipta atau agen pembaharu, maka dalam inovasi pendidikan, peranan guru dapat dimulai dari tahap-tahap sebagai berikut:
1.      Invention (penemuan), meliputi penemuan/penciptaan hal-hal baru dalam aspek tertentu dalam pendidikan. Tahap ini tentunya diawali dengan pengenalan masalah, penelitian dan perumusan masalah secara lebih tajam. Misalnya bagaimana mengatasi anak yang mengalami kesulitan dalam pelajaran listening Bahasa Inggris.
2.      Development (pengembangan), meliputi saran alternatif pemecahan masalah, percobaan dan penelitian, percobaan kembali, penilaian dan seterusnya. Misalnya setelah dicoba dan diteliti berkal-kali ternyata metode pengajaran listening melalui akuisisi yang lebih efektif digunakan dalam membantu siswa memahami listening Bahasa Inggris.
3.      Diffusion (penyebaran), mencakup penyebaran ide-ide baru kepada sasaran penerimanya. Misalnya Setelah terbukti efektif, metode akuisisi dalam pengajaran listening disebarkan kepada masyarakat luas.
Mengacu pada peran serta guru sebagai agen pembaharuan dalam inovasi pendidikan, terlihat bahwa kemampuan pokok yang perlu dimiliki guru adalah kemampuan melakukan penelitian dalam bidang pendidikan. 
Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk peningkatan atau perbaikan praktek pembelajaran yang seharusnya dilakukan oleh guru. Disamping itu, penelitian tindakan kelas banyak memberi manfaat bagi guru, salah satunya adalah terlaksananya inovasi pembelajaran oleh guru di tempat kerjanya atau di kelasnya.
Dalam inovasi pembelajaran guru dituntut selalu mencoba untuk mengubah, mengembangkan dan meningkatkan gaya mengajarnya, agar ia mampu melahirkan model mengajar yang sesuai dengan tuntutan kelasnya.
3.Guru Sebagai Adopter (Penerima) Inovasi Pendidikan
Peran serta guru berikutnya dalam menghadapi atau merespon berbagai inovasi pendidikan yang dilakukan adalah sebagai adopter atau penerima inovasi. Guru sebagai adopter inovasi pendidikan, tidak akan jauh berbeda dengan peran adopter pada bidang lainnya. Menurut Rogers (1983:247) terdapat 5 kategori adopter dalam menerima suatu inovasi, yaitu : (1) Inovator,    (2) Pelopor, (3) Pengikut Awal, (4) Pengikut Akhir,  (5) Lagard / Kolot.
Guru yang berperan sebagai pelopor lebih berorientasi kedalam sistem, biasanya memiliki ciri dan sifat yang suka meneliti terlebih dahulu terhadap suatu ide baru sebelum ia berkeputusan untuk menggunakannya. Kelompok adopter ini sering kali terdiri atas para pemuka pendapat. Anggota sistem lainnya yang termasuk calon adopter biasanya mencari si pelopor untuk meminta nasihat dan keterangan mengenai inovasi. Disamping itu,  kelompok adopter ini suka dicari oleh agen pembaharu untuk dijadikan teman pendamping dalam mempercepat adopsi atau penyebaran inovasi dalam bidang pendidikan. Guru-guru yang tergolong dalam kelompok adopter biasanya dijadikan teladan karena merupakan lambang keberhasilan dan kehati-hatian dalam menerima dan menggunakan ide-ide baru.
Adopter berikutnya dalam menerima inovasi adalah pengikut awal (dini). Biasanya mereka yang tergolong pada pengikut awal menerima ide-ide baru hanya beberapa saat setelah anggota-anggota sistem sosial lainnya menerima ide baru. Mereka bukan yang pertama juga bukan yang terakhir dalam menerima inovasi. Mereka memiliki banyak pertimbangan dalam menerima dan mengadopsi inovasi.
Kelompok adopter selanjutnya dalam menerima inovasi adalah pengikut akhir. Biasanya golongan pengikut akhir ini baru menerima gagasan pembaharuan setelah pada umumnya para anggota sistem sosial lain menerimanya. Keputusan menerima inovasi itu mungkin  karena kepentingan ekonomi, atau karena adanya tekanan sosial. Setiap ada inovasi mereka selalu bersikap ragu (skeptis) dan hati-hati sekali. Kelompok ini biasanya baru menerima inovasi apabila sebagian anggota masyarakat telah menerimanya.
Terakhir adalah kelompok adopter lagard (kolot/tradisional). Yang tergolong pada kelompok lagard adalah orang-orang yang terakhir menerima suatu gagasan baru. Mereka ini memiliki pandangan dan wawasan yang paling sempit diantara semua kelompok adopter. Referensi mereka adalah masa lalu, sehingga keputusan yang diambilnya dikaitkan dengan apa yang telah dilakukan oleh generasi lalu. Ketidaklancaran dalam menerima inovasi adalah karena mereka itu tidak memahami ide-ide baru itu. Ketika akhirnya mereka menerima inovasi, dia sudah jauh tertinggal oleh teman-temannya yang sudah lebih dahulu menerima.


0 Komentar:

Post a Comment

bebas bayar, pembayaran mudah dan cepat, transaksi online, pembayaran tagihan dan tiket, transfer dana online