KATA PENGANTAR
بسم
الله الرحمن الرحيم
Segala
Puji Bagi Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, shalawat dan salam kita
haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw beserta keluarga dan para sahabat
beliau, serta pengikut beliau hingga akhir zaman.
Alhamdulillah,
atas karunia dan rahmat yang diberikan kepada penulis, sehingga makalah ini
dapat disusun dan diselesaikan berdasarkan waktu yang telah diberikan. Makalah
ini berjudul “Konsep Pengembangan Pasar Uang Syariah”.
Penulis menyadari
bahwa terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis
berharap pembaca bisa memberikan kritik dan saran-saran yang membangun dan
memotivasi penulis untuk lebih baik lagi dalam membuat makalah.
Semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca maupun yang menulis. Amin yarabbal
a’lamiin.
Darussalam, 27
Oktober 2013
A. Pendahuluan
Lembaga
keuangan adalah sebuah wadah di mana terdapat jasa dalam proses mengelola
keuangan untuk tujuan tertentu. Seperti yang kita tahu, peranan lembaga
keuangan dalam kehidupan terutama bank sangatlah penting. Hal ini akibat
semakin berkembangnya sistem ketataniagaan yang mau tidak mau melibatkan
lembaga keuangan atau bank di dalamnya. Namun pesatnya perkembangan bank tidak
diimbangi dengan pesatnya kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat yang
tergolong ekonomi lemah yang biasanya terdapat di wilayah desa atau kecamatan.
Pada umumnya bank konvensional sangat selektif dan hanya berorientasi untuk
mendapat keuntungan dengan sedikit resiko, oleh karenanya masyarakat ekonomi
lemah sulit untuk mendapat jasa keuangan bank.
Dalam
upayanya untuk merangkul masyarakat ekonomi lemah, pemerintah juga mengatur
untuk didirikannya Bank Perkreditan Rakyat yang lingkup kerjanya lebih terpusat
pada wilayah tertentu saja, misalnya di kabupaten, kecamatan dan desa. Hal ini
bertujuan agar semakin meratanya layanan jasa keuangan bagi seluruh masyarakat.
Praktek bunga yang diterapkan setiap bank, baik bank umum ataupun bank
perkreditan rakyat tetap menjadi andalan dalam rangka mencari keuntungan.
Sistem bunga yang diterapkan bank akhirnya mendapat respon dari kaum muslim,
yang mana sudah jelas bahwa bunga/riba adalah haram hukumnya. Maka dengan
munculnya pemikiran untuk mendirikan bank yang berprinsip syariah secara
nasional terlebih dahulu didirikan sebuah lembaga keuangan yaitu bank
perkreditan rakyat syariah pada tahun 1990. Diharapkan bahwa berdirinya bank
perkreditan rakyat syariah menjadi salah satu solusi dalam rangka melayani jasa
keuangan yang bebas dari praktek riba sehingga kesejahteraan masyarakat akan
semakin meningkat.
Dari paparan di
atas, penulis akan menggali lebih dalam lagi tentang Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS). Pembahasan meliputi pengertian BPRS, sejarah dan perkembangan
BPRS di Indonesia, ciri-ciri BPRS, manajemen permodalan BPRS, peran BPRS dalam
pemberdayaan ekonomi umat serta hambatan perkembangan dan strategi pengembangan
BPRS di Indonesia.
B. Pembahasan
1. Pengertian
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Sebelum penulis
mendefinisikan apa itu Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), terlebih dahulu
penulis akan mendefinisikan tentang bank dan pembiayaan. Bank adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.[1]
Sedangkan
pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Dalam
lembaga keuangan konvensional tidak menggunakan istilah “pembiayaan” tapi
istilah perkreditan. Perkreditan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.[2]
Jadi, Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran. Yang perlu diperhatikan adalah kepanjangan dari BPRS
yang berupa Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Semua peraturan perundang-undangan
yang menyebut BPRS dengan Bank Perkreditan Rakyat Syariah harus dibaca dengan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.[3]
2. Sejarah
dan Perkembangan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia
Menurut Warkum
Sumitro, berdirinya BPRS di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari BPR-BPR pada
umumnya. BPR yang status hukumnya disahkan melalui Paket Kebijakan Keuangan
Moneter dan Perbankan (PAKTO tanggal 27 Oktober 1998 pada hakikatnya merupakan
modifikasi (model baru) dari Lumbung Desa dan Bank Desa yang ada sejak 1980-an.[4]
Lumbung desa
sebagai sistem perkreditan rakyat zaman dahulu, dirasakan sangat bermanfaat
bagi masyarakat tani di pedesaan, karena pada waktu itu peredaran uang belum
menjangkau masyarakat tani di pedesaan sehingga pinjaman dalam bentuk padi
lebih menguntungkan dan lebih praktis daripada pinjaman dalam bentuk uang.
Selain itu pinjaman padi tidak mengganggu kestabilan harga padi yang menjadi
penghasilan utama masyarakat desa.[5]
Karena struktur
ekonomi, sosial dan administrasi masyarakat desa sudah banyak mengalami
perubahan sebagai akibat dari proses pembangunan, maka keberadaan BPR tidak
lagi persis sama seperti lumbung desa zaman dahulu. Namun demikian, paling
tidak keberadaan BPR pada masa sekarang dan yang akan datang diharapkan mampu
menjadi alternatif pengganti yang terbaik bagi fungsi dan peranan lumbung desa
dan Bank Desa dalam melindungi petani dari gejolak harga padi dan resiko
kegagalan dalam produksi serta ketergantungan petani terhadap para rentenir.[6]
Undang-Undang
No. 10 Tahun 1998 yang merubah Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
nampak lebih jelas dan tegas mengenai status perbankan syariah, sebagaimana
disebutkan dalam pasal 13 huruf C yang berbunyi sebagai berikut; “menyediakan
pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”.[7] Seiring
dengan bergulirnya sistem ekonomi Islam sebagai sistem alternatif dalam
mengelola perekonomian, maka kehadiran BPRS juga sangat diharapkan.[8]
Keberadaan BPRS
secara khusus dijabarkan dalam bentuk Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
No. 32/34/Kep/Dir, tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan Prinsip
Syariah, dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/Kep/Dir,
tertanggal 12 Mei 1999 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 32/4/KPPB tanggal 12
Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan Prinsip Syariah.[9]
Jumlah bank dan
jumlah kantor BPRS dari tahun 2007 hingga Agustus 2013 adalah sebagai berikut:[10]
Tahun
|
Bulan
|
Jumlah Bank
|
Jumlah Kantor
|
2007
|
114
|
185
|
|
2008
|
131
|
202
|
|
2009
|
138
|
225
|
|
2010
|
150
|
286
|
|
2011
|
155
|
364
|
|
2012
|
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
|
156
156
156
156
158
|
364
386
390
390
401
|
2013
|
Jan
Feb
Mar
Apr
May
June
July
Aug
|
158
158
159
159
159
159
160
160
|
398
395
399
386
399
397
398
398
|
Dari tahun 2007
hingga 2012, jumlah kantor BPRS terus bertambah. Akan tetapi, pada januari 2013
jumlah kantor BPRS mengalami kemunduran dari 401 di tahun 2012 menjadi 398 di
januari 2013. Dari januari 2013 hingga juli 2013 jumlah kantor BPRS mengalami
pasang surut. Hal itu disebabkan karena adanya BPRS yang bermasalah akibat
tidak dikelola dengan prinsip tata kelola yang baik dan terpaksa harus ditutup.[11]
Untuk jaringan
kantor individual perbankan syariah, BPRS tidak mempunyai kantor cabang, kantor
cabang pembantu dan kantor kas. Menurut statistik perbankan syariah agustus
2013 jumlah BPRS berdasarkan lokasi untuk wilayah Kalimantan Selatan dari tahun
2007 hingga agustus 2013 ada 18 BPRS. Adapun jumlah pekerja di perbankan
syariah khususnya BPRS dari tahun 2007 hingga agustus 2013 terus meningkat,
dari 2.108 sampai 4.845 pekerja. [12]
3. Manajemen
Permodalan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Untuk
mendirikan dan memiliki BPRS berdasarkan (Pasal 4) Peraturan Bank Indonesia No.
6/17/PBI/2004 modal yang harus disetor adalah:[13]
a. Rp.
2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) untuk BPRS yang didirikan di wilayah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya dan Kabupaten/Kota Tangerang, Bogor, Depok,
dan Bekasi;
b. Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk BPRS yang didirikan di wilayah
ibukota propinsi di luar wilayah tersebut pada huruf a di atas;
c. Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk BPRS yang didirikan di luar
wilayah tersebut pada huruf a dan huruf b di atas.
Dalam
mendirikan BPRS, ada beberapa hal yang harus dipenuhi, antara lain:[14]
a. Persyaratan
Umum
1) BPRS
yang telah memperoleh izin dari Menteri Keuangan RI dan mendengar pertimbangan
Bank Indonesia.
2) Bentuk
badan hukum BPRS, perusahaan daerah, koperasi dan Perseroan Terbatas (PT).
3) Didirikan
dan dimiliki oleh Pemda, koperasi dan Perseroan Terbatas (PT).
4) Tempat
kedudukan BPRS di kecamatan di luar ibu kota negara, ibu kota Dati I dan Dati
II.
5) Wilayah
pelayanan mencakup desa-desa dan perkotaan di satu wilayah kecamatan kedudukan
BPRS.
6) Usaha
meliputi tabungan dan deposito berjangka dan memberikan kredit kepada pengusaha
kecil.
7) Modal
disetor minimal Rp 50.000.000.
8) Penanaman
modal aktiva tidak boleh melebihi 50% dari modal sendiri.
9) Mayoritas
direksi harus berpengalaman dalam operasional bank minimal satu tahun.
b. Permohonan
Izin Prinsip
1) BPRS
berbentuk Perseroan Terbatas
a) Siapkan
modal disetor minimal Rp 15.000.000 atau 30% dari total modal disetor.
b) Siapkan
minimal dua nama yang akan dipakai BPRS dan selanjutnya mintakan persetujuan ke
Departemen Kehakiman.
2) BPRS
tidak berbentuk Perseroan Terbatas
Menyesuaikan
diri dengan ketentuan yang telah digariskan oleh departemen terkait.
3) Permohonan
izin prinsip
Mengajukan
permohonan tertulis dialamtkan ke Menteri Keuangan RI dengan melampirkan:
a) Rencana
akte pendirian dan Anggaran Dasar (AD) BPRS.
b) Rencana
kerja BPRS pada tahun pertama.
c) Daftar
calon direksi, dewan komisaris dan pengawas Syariah.
d) Photocopy bukti
setoran sebesar Rp 15.000.000 pada rekening Menteri Keuangan pada bank
pemerintah, yang merupakan 30% dari modal disetor minimum dan telah dilegalisir
oleh Bank Pemerintah yang bersangkutan.
c. Permohonan
Izin Usaha
Mengajukan
permohonan izin usaha dan diajukan ke Menteri Keuangan RI dengan melampirkan:
1) Photocopy bukti
setoran sebesar Rp 35.000.000 pada rekening Menteri Keuangan pada bank
pemerintah, yang merupakan 70% dari modal disetor minimum dan telah dilegalisir
oleh bank pemerintah bersangkutan.
2) Copy Anggaran
Dasar (AD) BPRS yang telah disahkan Menteri Kehakiman RI.
3) Photocopy NPWP
BPRS.
4) Menyampaikan
prosedur dan sistem tata kerja BPRS disertai warkat yang akan digunakan.
5) Mengirimkan
data pengurus BPRS.
6) Photocopy situasi
dan kondisi perkantoran dan peralatan BPRS.
d. Persiapan
Pra Opersional BPRS
BPRS yang telah
memperoleh izin usaha harus ke Pemda setempat untuk memperoleh: WDP (Wajib
Daftar Perusahaan) dan SITU (Surat Izin Tempat Usaha), serta harus telah
melakukan kegiatan opersionalnya selambat-lambatnya tiga bulan sejak
dikeluarkannya izin dimaksud. BPRS harus melakukan market development serta
membuat brosur produk bank dan mempersiapkan logo bank.
e. Laporan
Pembukuan
Laporan
pembukuan BPRS pada hari pertama operasi harus dilaporkan kepada Bank Indonesia
setempat dengan melampirkan Neraca Awal.
4. Peran
BPRS dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat
Tujuan
pendirian BPRS antara lain:[15]
a. Meningkatkan
kesejahteraan ekonomi umat Islam, terutama masyarakat golongan ekonomi lemah.
b. Mengurangi
urbanisasi.
c. Menambah
lapangan kerja, terutama di kecamatan-kecamatan.
d. Meningkatkan
pendapatan perkapita.
e. Membina
semangat ukhuwah islamiah melalui kegiatan ekonomi.
f. Diarahkan
untuk memenuhi kebutuhan jasa pelayanan perbankan bagi masyarakat pedesaan.
g. Menunjang
pertumbuhan dan modernisasi ekonomi pedesaan.
h. Melayani
kebutuhan modal dengan prosedur pemberian kredit yang mudah dan sederhana.
i. Menampung
dan menghimpun tabungan masyarakat. Dengan demikian BPRS dapat turut
memobilisasi modal untuk keperluan pembangunan dan turut mendidik rakyat dalam
berhemat dan menabung; dengan menyediakan tempat yang dekat, aman dan mudah
untuk menyimpan uang bagi penabung kecil.
BPRS sangat
berperan dalam memperdayakan ekonomi umat dengan mengembangkan ekonomi golongan
lemah yaitu dengan mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Seperti BPRS Kaffaalatul Ummah di Sumatera utara yang menyalurkan dananya
kepada pengusaha kecil tiap tahunnya terus meningkat. Adanya pemberian dana
oleh BPRS Kaffaalatul Ummah memberikan kontribusi yang positif dan signifikan
terhadap peningkatan pendapatan. Meningkatnya dana yang disalurkan dan
pendapatan pengusaha kecil ini juga berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan
tenaga kerja usaha kecil. Hal ini berarti dengan adanya pemberian dana oleh
BPRS Kaffaalatul Ummah pada akhirnya memberikan pengaruh terhadap terjadinya
pengembangan wilayah pada daerah tersebut.[16]
Selain
mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), BPRS juga membiayai
sektor pertanian. Seperti BPRS Al-Barokah Depok yang terlibat aktif dalam
pembiayaan sektor pertanian. Bagi bank syariah menengah kecil ini, sektor
pertanian layak untuk dibiayai. Pembiayaan bagi sektor ini dinilai bisa
membantu peningkatan perekonomian petani. Menurut Nurrochim, saat ini baru
beberapa petani yang mendapatkan pembiayaan dari BPRS. Meski demikian, BPRS
akan terus mendorong pembiayaan pertanian.[17]
5. Hambatan
Perkembangan dan Strategi Pengembangan BPRS di Indonesia
Sebagai bank
yang menjalankan prinsip bagi hasil, BPRS memiliki beberapa hambatan dalam
perkembangannya. Pertama, manajemen bank yang kurang profesional. Kedua,
risiko yang lebih besar atau ketidakpastian yang lebih tinggi dibandingkan
dengan BPR konvensional. Ketiga, jaringan operasi yang terbatas, khususnya
transaksi sesama bank syariah. Jumlah BPRS di Indonesia masih sangat terbatas
sehingga menghambat pengembangannya. Bank syariah tidak dapat melakukan
transaksi dengan bank konvensional dengan sistem bunga. Konsekuensinya adalah
bank syariah tidak dapat memberikan pelayanan yang luas kepada masyarakat,
tidak dapat melakukan kerjasama antar bank syariah, tidak dapat melakukan
transaksi penempatan antar bank syariah, dan sulit mengatasi likuiditas.[18]
Adapun strategi
pengembangan BPRS yang perlu diperhatikan, yaitu:[19]
a. Sosialisasi
BPRS, bukan hanya dari produknya, tetapi juga sistem yang digunakan. Hal ini
bisa dilakukan dengan memberikan informasi melalui media massa. Selain itu,
BPRS juga bisa bersosialisasi melalui kerjasama dengan lembaga pendidikan atau
non-pendidikan yang mempunyai relevansi dengan visi dan misi BPRS.
b. Mengadakan
pelatihan-pelatihan mengenai lembaga keuangan syariah sebagai wujud
meningkatkan kualitas SDM. Hal ini bisa dilakukan melalui kerjasama dengan
lembaga keuangan syariah atau kursus pendek (shortcourse) lembaga keuangan
syariah.
c. Pemetaan
potensi dan optimalisasi ekonomi daerah. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
kemampuan BPRS mengelola sumber-sumber ekonomi yang ada. Dengan cara itu pula
dapat dilihat kesinambungan kerja BPRS dengan BMT.
d. Mengadakan
kegiatan rutin keagamaan sebagai wujud meningkatkan kesadaran masyarakat akan
peran Islam dalam bidang ekonomi. Hal ini pun dapat membantu dalam mengetahui
gejala-gejala ekonomi-sosial yang ada.
Dalam rangka
mengembangkan BPRS, terbentuk suatu badan yang menyelenggarakan pendidikan dan
memberikan technical assistance untuk Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
yang baru tumbuh, yaitu yayasan ISED (Institute for Syariah Economic
Development) dan Yayasan Pendidikan dan Pengembangan Bank Syariah (YPPBS).[20]
Yayasan YPPBS
merupakan suatu bentuk kerjasama antara Bank Muamalat Indonesia dengan ICMI.[21] Yayasan
ini dibentuk dalam rangka membantu perkembangan dan penyebaran BPR-BPR Syariah
di seluruh tanah air. Adapun kegiatan YPPBS meliputi:[22]
a. Membantu
proses pendirian.
b. Memberikan
technical assistance.
c. Pendidikan basic untuk
para sarjana yang baru lulus dari perguruan tinggi, maupun intermediate bagi
para praktisi yang telah memiliki minimal dua tahun pengalaman di sektor
perbankan.
Yayasan ISED
secara berkesinambungan akan terus melaksanakan program pendirian/pemberian
bantuan teknis pendirian BPR-BPR Syariah di Indonesia, khususnya daerah yang
potensial. Beberapa program yang telah dilaksanakan berupa bantuan teknis bagi
pendirian BPR-BPR Islam di berbagai tempat di Indonesia seperti BPR Islam
Amanah Ummah (Kec. Leuwiliang, Bogor), BPR Islam Bina Amwalul Hasanah (Kec.
Sawangan, Bogor) dan sejumlah proyek lainnya, antara lain Sulawesi Selatan,
Cianjur, Aceh dan lainnya.[23]
C. Penutup
Demikian yang
dapat penulis paparkan mengenai BPRS dalam makalah ini, penulis menyadari masih
banyak kekurangan dan kelemahannya baik dari kesalahan penulisan, rangkaian
kalimat dan penyusunan makalah. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan seperti yang diharapkan oleh para pembaca dan khususnya
pembimbing mata kuliah lembaga perekonomian umat, karena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya referensi yang berhubungan dengan makalah ini. Oleh
karena itu, penulis mengharap kepada para pembaca dan dosen pembimbing mata
kuliah ini dapat memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Semoga
makalah ini berguna bagi penulis dan bagi pembaca.
Daftar Pustaka
Buku
Burhanuddin
Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta, UII Press
Yogyakarta, 2008, cet. Ke-1.
M. Ma’ruf
Abdullah, Hukum Perbankan dan Perkembangan Bank Syariah di Indonesia,
Banjarmasin, Antasari Press, 2006.
Muhammad, Lembaga-Lembaga
Keuangan Umat Kontemporer, Yogyakarta, UII Press Yogyakarta, 2000.
M. Syafi’I
Antonio, Bank Syari’ah Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman,
Yogyakarta, Ekonisi, 2008, cet. Ke-2.
Ahmad Rodoni
& Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta, Zikrul Hakim, 2008,
cet. Ke-1.
Warkum
Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam & Lembaga-lembaga Terkait, Jakarta,
PT. RajaGrafindo Persada, 2004, cet. Ke-4.
Zubairi
Hasan, Undang-Undang Perbankan Syariah, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada,
2009.
Internet
http://deskripsi.com/singkatan/icmi.html.
Diakses pada 21 september 2013, pukul 11.47 wita.
http://witchnclown.wordpress.com/2013/01/19/bpr-syariah/.html.
Diakses pada 19 september 2013, pukul 21.30 wita.
http://www.managementaccountingsystems.com/129/bpr-syariah-fokus-melayani-ukm-usaha-mikro-dan-kecil-dengan-prinsip-ekonomi-Islam.html.
Diakses pada 21 september 2013, pukul 12.03 wita.
Arwin Harahap,
Peranan Bank Perkreditan Rakyat Syariah dalam Meningkatkan Pendapatan Usaha
Kecil serta Hubungannya Terhadap Pengembangan Wilayah, http://digilib.uin-suka-ac.id,html.
Diakses pada hari sabtu 26 oktober 2013, pukul 12.25 wita.
http://www.bi.go.id.html. Diakses pada
hari sabtu 26 oktober 2013, pukul 11.00 wita
http://www.ekonomisyariah.org.html.
Diakses pada Minggu 27 Oktober 2013, pukul 6.56 wita.
http://koran.republika.co.id/koran/17,html.
Diakses pada Rabu 16/10/2013, pukul 18.56 wita
[4] M. Ma’ruf Abdullah, Hukum Perbankan dan Perkembangan
Bank Syariah di Indonesia, (Banjarmasin: Antasari Press, 2006), h. 88
[5] Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam &
Lembaga-lembaga Terkait, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 125
[13] Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di
Indonesia, (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2008), h.189
[16] Arwin Harahap, Peranan Bank Perkreditan Rakyat Syariah dalam
Meningkatkan Pendapatan Usaha Kecil serta Hubungannya Terhadap Pengembangan
Wilayah, http://digilib.uin-suka-ac.id,html.
Diakses pada hari sabtu 26 oktober 2013, pukul 12.25 wita.
[18] M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah Analisis Kekuatan,
Kelemahan, Peluang dan Ancaman, (Yogyakarta: Ekonisi, 2008), h. 124-125
[19] http://witchnclown.wordpress.com/2013/01/19/bpr-syariah/.html.
Diakses pada 19 september 2013, pukul 21.30 wita.
[21] ICMI adalah Ikatan Cendekiawan Musllim Indonesia. ICMI adalah
organisasi yang menghimpun cendekiawan muslim Indonesia.http://deskripsi.com/singkatan/icmi.html.
Diakses pada 21 september 2013, pukul 11.47 wita.
0 Komentar:
Post a Comment