KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن
الرحيم
Segala
Puji Bagi Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, shalawat dan salam kita
haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw beserta keluarga dan para sahabat
beliau, serta pengikut beliau hingga akhir zaman.
Alhamdulillah,
atas karunia dan rahmat yang diberikan kepada penulis, sehingga makalah ini
dapat disusun dan diselesaikan berdasarkan waktu yang telah diberikan. Makalah
ini berjudul “Konsep Pengembangan Pasar Uang Syariah”.
Penulis menyadari
bahwa terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis
berharap pembaca bisa memberikan kritik dan saran-saran yang membangun dan
memotivasi penulis untuk lebih baik lagi dalam membuat makalah.
Semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca maupun yang menulis. Amin yarabbal
a’lamiin.
Darussalam, 27
Oktober 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
............................................................................................. ii
Daftar Isi
...................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah
...................................................................... 1
BAB II : PEMBAHASAN
1. Praktek Pasar Uang
Konvensional ............................................ 2
2. Harga di Pasar Uang
Konvensional
........................................... 3
3. Uang dalam Pandangan Islam
.................................................... 3-5
4. Kebutuhan Bank Islam akan
Pasar Uang ................................... 5-6
5. Strategi Pengembangan Pasar
Uang Berbasis Syariah .............. 6-11
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan
...................................................................................... 12
B. Saran
................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA
................................................................................. 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan akan adanya pasar uang dilatar belakangi adanya kebutuhan
untuk mendapatkan sejumlah dana dalam jangka pendek atau sifatya harus segera
dipenuhi. Dengan demikian pasar uang merupakan sarana alternatif khususnya bagi
lembaga-lembaga keuangan, perusahaan-perusahaan non keuangan, dan
peserta-peserta lainnya, baik dalam memenuhi kebutuhan dana jangka pendeknya
maupun penempatan dana atas kelebihan likuiditasnya.
Untuk memenuhi kebutuhan likuiditas, bank-bank syariah juga
memerlukan akses kepasar uang, baik dalam rangka penanaman dana yang sementara
waktu belum digunakan maupun untuk memenuhi kebutuhan dana dengan segera. Untuk
keperluan tersebut diperlukan juga instrumen-instrumen likuiditas, berupa
surat-surat berharga yang berasal dari sekuritisasi aset.
Pasar uang juga merupakan sarana pengendalian moneter (secara tidak
langsung) oleh otoritas moneter dalam melaksanakan operasi terbuka, di
Indonesia pelaksanaan operasi pasar terbuka oleh Bank Sentral yaitu Bank Indonesia
dilakukan melalui pasar uang dengan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat
Berharga Pasar Uang (SBPU) sebagai instrumennya.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan penulis paparkan didalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana praktek pasar uang
konvensional?
2. Seperti apa harga di pasar
uang konvensional?
3. Bagaimana uang dalam
pandangan Islam?
4. Bagaimana kebutuhan bank
Islam akan pasar uang?
5. Seperti apa strategi
pengembangan pasar uang berbasis syariah?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Praktek Pasar Uang
Konvensional
Pasar Uang (Money Market) adalah pasar di mana diperdagangkan
surat-surat berharga jangka pendek, sedang Pasar Valuta Asing (Foreign Exchange
Market) adalah pasar di mana diperdagangkan surat-surat berharga dalam suatu
mata uang dengan melibatkan mata uang lain.[1]
Artikel-artikel yang diperdagangkan di Pasar Uang adalah uang (money)
dan uang kuasi (near money). Uang atau uang kuasi tidak lain daripada surat
berharga (financial paper) yang mewakili uang di mana seseorang (atau
perusahaan) mempunyai kewajiban kepada orang (atau perusahaan) lain. Mata uang
(currency), yaitu uang tunai yang ada di saku kita, merupakan bukti kewajiban
pemerintah sejumlah uang itu kepada kita, merupakan bukti kewajiban pemerintah
sejumlah uang itu kepada kita, sebagai pembawa mata uang tersebut.[2]
Bagian terbesar dari aktiva keuangan yang diperdagangkan
di Pasar Uang adalah yang berjangka waktu kurang dari satu tahun. Namun
demikian perdagangan yang aktif juga diadakan dari dokumen yang berjangka waktu
sampai lima tahun. Surat berharga yang berjangka waktu lebih panjang biasanya
lebih banyak dimiliki para investor di Pasar Modal, di mana surat berharga
jangka panjang diperdagangkan.[3]
Uang atau uang kuasi yang diperdagangkan di dalam negeri (local
money market) adalah dalam mata uang yang berlaku sah di negeri itu. Tapi bila
uang atau uang kuasi itu diperdagangkan di luar negara di mana mata uang itu berlaku
sah, maka kita sebut foreign money market.[4]
2. Harga di Pasar Uang
Konvensional
Harga dalam Pasar Uang Konvensional biasanya dinyatakan dalam suatu
persentase yang mewakili pendapatan (return) berkaitan dengan penggunaan uang
untuk jangka waktu tertentu. Pelaku dalam Pasar Uang umumnya disebut peminjam (borrowers)
dan pemberi pinjaman (lenders). Peminjaman adalah individu yang membeli hak
penggunaan dana untuk jangka waktu yang ditentukan sebelumnya. Pemberi pinjaman
adalah individu yang menjual hak penggunaan dana untuk jangka waktu yang
ditentukan sebelumnya. Pemberi pinjaman adalah individu yang menjual hak
penggunaan dana untuk jangka waktu tersebut.[5]
Harga yang diterima oleh pemberi pinjaman untuk melepaskan hak
penggunaan dana itu disebut tingkat bunga (interest rate). Misalnya di dalam
pinjaman sebesar Rp 100 (seratus rupiah), bila pemberi pinjaman menerima Rp 120
(seratus dua puluh rupiah) pada akhir tahun, maka kelebihan sebesar Rp 20 (dua
puluh rupiah) yang diterima tersebut dinyatakan dalam persentase yaitu 20% (dua
puluh persen) tingkat bunga per tahun.[6]
3. Uang dalam Pandangan Islam
Dalam pandangan syariah, uang itu bukan merupakan suatu komoditas
melainkan hanya sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic
added value). Tanpa pertambahan nilai ekonomis itu, uang tidak dapat
menciptakan kesejahteraan. Hal ini bertentangan dengan perbankan berbasis bunga
di mana uang mengembangbiakkan uang, tidak peduli apakah dipakai dalam kegiatan
produktif atau tidak. Waktu adalah faktor utamanya. Sedangkan dalam pandangan
syariah, uang hanya akan berkembang bila ditanamkan ke dalam kegiatan ekonomi
riil (tangible economic activities). Dengan demikian, hubungan antara bank
syariah dengan nasabahnya adalah lebih sebagai partner ketimbang
sebagai lender atau borrower. Bank syariah dapat
bertindak sebagai pembeli, penjual, atau pihak yang menyewakan (lessor). Hal
itu bisa dilakukan secara langsung, di mana bank mempunyai expertise untuk
bertindak sebagai perusahaan dagang (trading house), atau secara tidak langsung
dengan cara bertindak sebagai agen bagi nasabahnya.[7]
Dalam sejarah Islam, uang merupakan sesuatu yang diadopsi dari
peradaban Romawi dan Persia. Ini dimungkinkan karena penggunaan dan konsep uang
tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Dinar adalah mata uang emas yang
diambil dari Romawi dan dirham adalah mata uang perak warisan peradaban Persia.
Perihal dalam Al-Qur’an dan Hadits dua logam mulia ini, emas dan perak telah
disebutkan baik dalam fungsinya sebagai mata uang atau sebagai harta dan
lambang kekayaan yang disimpan.[8]
Dalam konsep Islam tidak dikenal money demand for speculation.
Uang pada hakikatnya adalah milik Allah SWT yang diamanahkan kepada kita dan
masyarakat. Oleh karenanya, menimbun uang di bawah bantal (dibiarkan tidak produktif)
tidak dikehendaki karena berarti mengurangi jumlah uang beredar. Dalam
pandangan Islam, uang adalah flow concept, karenanya harus selalu berputar
dalam perekonomian. Semakin cepat uang berputar dalam perekonomian, akan
semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan akan semakin baik
perekonomian.[9]
Bagi mereka yang tidak dapat memproduktifkan hartanya, Islam
menganjurkan untuk melakukan musyarakah atau mudharabah, yaitu
bisnis dengan bagi hasil. Bila ia tidak ingin mengambil risiko yang mungkin
timbul karena ber-musyarakah atau ber-mudharabah, Islam sangat
menganjurkan untuk melakukan qard, yaitu meminjamkannya tanpa imbalan
apapun, karena meminjamkan uang untuk memperoleh imbalan adalah riba.[10]
Uang kertas yang berlaku pada zaman sekarang disebut fiat money.
Dinamakan demikian, karena kemampuan uang untuk berfungsi sebagai alat tukar
dan memiliki daya beli tidak disebabkan karena uang tersebut dilatarbelakangi
oleh emas. Dahulu ketika dunia masih mengikuti standar emas memang benar uang
dilatarbelakangi oleh emas. Namun, rezim ini telah lama ditinggalkan oleh perekonomian
dunia pada pertengahan dasawarsa 1930-an. Kini uang kertas yang beredar dalam
kehidupan kita sehari-hari menjadi alat tukar karena pemerintah menetapkannya
sebagai alat tukar. Sekiranya pemerintah mencabut keputusannya dan menggunakan
uang dari jenis lain, niscaya uang kertas tersebut tidak akan memiliki bobot
sama sekali.[11]
4. Kebutuhan Bank Islam akan
Pasar Uang
Tugas utama manajemen bank adalah memaksimalkan laba, meminimalkan
risiko dan menjamin tersedianya likiuditas yang cukup. Manajemen tidak dapat
semaunya menarik nasabah untuk menyimpan dananya di bank, tanpa adanya
keyakinan bahwa dana itu dapat diinvestasikan secara menguntungkan dan dapat
dikembalikan ketika dana itu sewaktu-waktu ditarik oleh nasabah, atau dana
tersebut telah jatuh tempo. Di samping itu manajemen juga harus secara simultan
mempertimbangkan berbagai risiko yang akan berpengaruh pada perubahan tingkat
laba yang diperoleh.[12]
Tanpa adanya fasilitas Pasar Uang, bank konvensional pun akan
menghadapi masalah yang sama, mengingat umumnya perbankan sulit menghindari
posisi keuangan yang mismatched. Untuk memanfaatkan dana yang
sementara idleitu, bank harus dapat melakukan investasi jangka pendek di
Pasar Uang; dan sebaliknya, untuk memenuhi kebutuhan dana bagi likuiditas
jangka pendek, karenamismatch, bank juga harus dapat memperolehnya di Pasar
Uang.[13]
Karena surat-surat berharga yang ada di pasar keuangan
konvensional, kecuali saham, berbasis pada system bunga, maka Perbankan Islam
menghadapi kendala karena mereka tidak diperbolehkan untuk menjadi bagian dari
aktiva atau pasiva yang berbasis bunga. Masalah ini berdampak negativ bagi
pengelolaan likuiditas maupun pengelolaan investasi jangka panjang. Akibatnya
perbankan syariah terpaksa hanya memusatkan portofolio mereka pada
aktiva jangka pendek, yang terkait dengan perdagangan, dan
berlawanan dengan keperluan investasi dan pembangunan ekonomi.[14]
Walaupun manajemen telah berhasil menciptakan pasar bagi Perbankan
Islam, namun mereka belum mencapai kedalaman pasar yng menjamin keuntungan (profitability)
dan kelangsungan usaha (viability) jangka panjang. Cepat atau lambatnya mereka
keluar dari masalah ini akan tergantung pada kecepatan, keagresifan dan
keefektifan mereka membangun instrument dan teknik yang memungkinkan
tercapainya fungsi intermediasi dua-arah bagi Perbankan Islam. Mereka harus
menemukan jalan dan alat pengembangan instrument keuangan berbasis syariah
yang marketable, di mana portofolio yang dihasilkan oleh Perbankan Islam
dapat dipasarkan di pasar keuangan yang lebih luas.[15]
5. Strategi Pengembangan Pasar
Uang Berbasis Syariah
Penciptaan Instrumen Pasar Uang Syariah
Sebagaimana telah diuraikan, surat-surat berharga yang beredar di
pasar keuangan konvensional adalah surat-surat berharga berbasis bunga,
sehingga bank Islam tidak dapat memanfaatkan Pasar Uang yang ada. Kalaupun ada
saham sebagai surat tanda penyertaan modal yang berbasis bagi hasil, masih
diperlukan penelitian apakah obyek penyertaan tersebut terbebas dari kegiatan
yang tidak disetujui oleh Islam.[16]
Dengan kata lain harus ada kepastian bahwa emiten tidak
menyelenggarakan perniagaan barang-barang yang dilarang oleh syariah Islam,
atau mengandung unsure riba, maisir dan gharar. Untuk
menciptakan Pasar Uang yang bermanfaat bagi Perbankan Islam harus diciptakan
instrument Pasar Uang berbasis syariah. Dengan aktifnya instrument Pasar Uang
berbasis syariah maka Perbankan Islam dapatmelakukan fungsinya secara penuh,
tidak saja dalam memfasilitasi perdagangan jangka pendek tapi juga berperan
mendukung investasi jangka panjang.[17]
Struktur keuangan proyek-proyek pembangunan berbasis syariah akan
memperkaya piranti keuangan syariah dan membuka partisipasi lebih
besar seluruh pelaku pasar, tidak terkecuali non-Muslim, karena pasar tersebut
bersifat terbuka.[18]
Perbedaan pokok antara lembaga keuangan syariah dengan lembaga
keuangan konvensional adalah dilarangnya riba (bunga) pada lembaga keuangan
syariah, baik riba nasiah, yaitu riba pada pinjam-meminjam uang (qard),
maupun riba fadl, yaitu riba dalam perdagangan. Pinjam-meminjam uang untuk
memperoleh imbalan (keuntungan) dilarang. Pendapatan atau keuntungan hanya
boleh didapat dengan bekerja atau melakukan kegiatan perniagaan yang tidak
dilarang oleh Islam. Untuk menghindari pelanggaran terhadap batas-batas yang
telah ditentukan oleh syariah Islam tersebut, maka piranti keuangan yang diciptakan
harus didukung oleh aktiva, proyek aktiva atau transaksi jual-beli yang
melatarbelakanginya (underlying transaction).[19]
Piranti keuangan itu dapat dibentuk melalui sekuritisasi
aktiva/proyek aktiva (assets securitization), yang merupakan bukti
penyertaan, baik dalam bentuk penyertaan musyarakah (management share)
yang meliputi modal tetap (fixed capital) dengan hak mengelola, mengawasi dan
hak suara dalam pengambilan keputusan (voting right), maupun dalam bentuk
penyertaan mudharabah(participation share), yang mewakili modal kerja (variable
capital), dengan hak atas modal dan keuntungan dari modal tersebut, tapi tanpa
adanya voting right.[20]
Mekanisme Operasi Pasar Uang Syariah
Mekanisme perdagangan surat-surat berharga berbasis syariah harus
tetap berkaitan dan berada dalam batas-batas toleransi dan ketentuan-ketentuan
yang digariskan syariah, seperti antara lain:[21]
· Fatwa Ulama
pada simposium yang disponsori Dallah al Baraka Group pada November 1984 di Tunis
menyatakan: “Adalah dibolehkan menjual bagian modal dari setiap perusahaan
dimana manjemen perusahaan tetap berada ditangan pemilik nama dagang (owner of
trade name) yang telah terdaftar secara legal. Pembeli hanya mempunyai hak atas
bagian modal dan keuntungan tunai atas modal tersebut, tanpa hak pengawasan
atas manajemen atau pembagian aset kecuali untuk menjual bagian saham yang
mewakili kepentingannya.”
· Lokakarya
Ulama tentang Reksadana syariah, peluang dan tantangannya di Indonesia, yang
diselenggarakan di Jakarta pada 30-31 Juli 1997, telah membolehkan
diperdagangkannya reksadana yang berisi surat-surat berharga dari
perusahaan-perusahaan yang produk maupun operasinya tidak bertentangan dengan
syariah Islam.
Orang akan tertarik menanamkan dananya pada instrumen keuangan
apabila ia yakin bahwa instrumen tersebut dapat dicairkan setiap saat tanpa
mengurangi pendapatan efektif dari investasinya. Oleh karena itu setiap
instrumen keuangan harus memenuhi beberapa syarat, antara lain:[22]
(a) Pendapatan yang baik (good return);
(b) Risiko yang rendah (low risk);
(c) Mudah dicairkan (redeemable)
(d) Sederhana (simple); dan
(e) Fleksibel.
Dalam rangka memenuhi syarat-syarat tersebut, tanpa mengabaikan
batas-batas yang diperkenankan oleh syariah, diperlukan adanya suatu special
purpose company (selanjutnya disebut ”company”) dengan fungsi sebagai
berikut:[23]
· Memastikan
keterkaitan antara sekuritasi dengan aktivitas produktif atau pembangunan
proyek-proyek asset baru, dalam rangka penciptaan pasar primer melalui
kesempatan investasi baru dan menguji kelayakan (feasibility)-nya. Tahap ini
disebut transaction making yang didukung oleh Initial Investor.
· Menciptakan
pasar sekunder yang dibangun melalui berbagai pendekatan yang dapat mengatur
dan mendorong terjadinya consensus perdagangan antar para dealer, termasuk
fasilitas pembelian kembali (redemption).
· Menyediakan
layanan kepada nasabah dengan mendirikan lembaga pembayar (paying agent)
Konsep ini dapat diterapkan secara lebih luas dengan pendayagunaan
sumber-sumber-sumber dari lembaga-lembaga lain dan para nasabah dari perbankan
Islam sehingga memungkinkan adanya:[24]
· Penciptaan
proyek-proyek besar dan penting;
· Para
penabung kecil dan para investor berpenghasilan rendah dapat memperoleh
keuntungan dari proyek-proyek yang layak (feasible) dan sukses dimana mereka
dapat dengan mudah mencairkan kembali dengan pendapatan yang baik;
· Memperluas
basis bagi pasar primer; dan
· Menjembatani
kesulitan menemukan perusahaan yang bersedia ikut berpartisipasi dalam
permodalan (joint stock companies) dan mengutipnya di pasar.
Peran Company
Peran utama company adalah sebagaipembuat transaksi (transaction
market). Semua lembaga keuangan berusaha memobilisasi dana dari para penabung
dan mempertimbangkan jalan terbaik untuk menggunakannya. Salah satu kelemahan
dari prilaku ini adalah adanya dana-dana menganggur atau digunakan secara tidak
layak, yang semata-mata mengambil keuntungan dari waktu dan seringkali
menanamkan dana-dana tersebut pada transaksi yang meragukan. Untuk menghindari
hal itu maka diperlukan inisiatif dari pembuat transaksi dengan mekanisme kerja
sebagai berikut:[25]
1) Melakukan verifikasi atas
kesempatan investasi, baik secara internal (perusahaan) maupun secara eksternal
(pasar). Jika transaksi tersebut dapat diterima, maka pembuat transaksi
(yangbekerja berdasarkan komisi) melakukan usaha lebih lanjut. Proyek itu akan
dibeli oleh atau ditawarkan kepada Initial Investor dari bagian saham
yang telah ditanam untuk memperoleh partisipasi dari pasar.
2) Untuk mengatasi kesulitan dan
untuk memastikan adanya kemungkinan bagi investor guna mencairkan kembali
investasi mereka, jika sewaktu-waktu mereka butuhkan, tanpa mempengaruhi
pendapatan efektif yang mereka harapkan, maka perusahaan dapat menerapkan
program-program berikut:[26]
· Mendukung
perjanjian perdagangan sekuritas:
Bagian saham dari “company” ini dapat dipertukarkan sesuai dengan
perjanjian yang saling menguntungkan (mutual agreement). “Company” mensponsori
dan mengawasi pertukaran. Surat-surat berharga tersebut ditransfer setelah
aspek-aspek legal diselesaikan, kemudian diikuti dengan penyediaan fasilitas
Pasar Sekunder, mendorong dan mendukung para dealer untuk mengambil dan
memperdagangkan instrumen keuangan. “Company” juga memperkenalkan, untuk
pertama kalinya, pelayanan penebusan surat-surat berharga (security redemption
services).
· Program
penebusan (redemption programme):
Penebusan dilakukan dengan harga yang berlaku pada saat transaksi
pembelian kembali. Dalam hal ini diberlakukan ketentuan-ketentuan berikut:[27]
a. Pengawasan penebusan
b. Penetapan jumlah dan harga
pembelian kembali
c. Agen-agen pembayaran (paying
agents)
Bertindak sebagai custodian
Untuk memudahkan transfer instrumen pasar uang yang diperdagangkan,
maka “company” bertindak sebagai custodian, sehingga setiap
transaksi yang dilakukan dapat dengan segera diikuti oleh pemindahan hak dengan
menggunakan jasa “company”.[28]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pasar Uang (Money Market) adalah pasar di mana diperdagangkan
surat-surat berharga jangka pendek. Harga dalam Pasar Uang Konvensional
biasanya dinyatakan dalam suatu persentase yang mewakili pendapatan (return)
berkaitan dengan penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu.
Dalam pandangan syariah, uang itu bukan merupakan suatu komoditas
melainkan hanya sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic
added value). Tanpa pertambahan nilai ekonomis itu, uang tidak dapat
menciptakan kesejahteraan. Dalam konsep Islam tidak dikenal money demand
for speculation. Uang pada hakikatnya adalah milik Allah SWT yang diamanahkan
kepada kita dan masyarakat.
Tugas utama manajemen bank adalah memaksimalkan laba, meminimalkan
risiko dan menjamin tersedianya likiuditas yang cukup. Adapun strategi
pengembangan pasar uang berbasis syariah, meliputi sebagai berikut:
- Penciptaan
instrumen pasar uang syariah
- Mekanisme
operasi pasar uang syariah
- Peran
company
B. Saran-saran
Dari beberapa penjelasan di atas tentang konsep pengembangan pasar
uang syariah pasti tidak terlepas dari kesalahan penulisan dan rangkaian
kalimat dan penyusunan makalah. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan seperti yang diharapkan oleh para pembaca dan khususnya
pembimbing mata kuliah manajemen perbankan syariah. Oleh karena itu, penulis
mengharap kepada para pembaca dan dosen pembimbing mata kuliah ini dapat
memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Daftar Pustaka
Nurul Huda & Mustafa Edwin Nasution, Current Issues Lembaga
Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana, 2009.
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta:
Pustaka Alvabet, 2006.
[7] Nurul
Huda & Mustafa Edwin Nasution, Current Issues Lembaga Keuangan Syariah,
(Jakarta: Kencana, 2009), h. 238
[9] Muhammad
Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema
Insani, 2001), h. 185
0 Komentar:
Post a Comment