KATA PENGANTAR
بسم
الله الرحمن الرحيم
Segala
Puji Bagi Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, shalawat dan salam kita
haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw beserta keluarga dan para sahabat
beliau, serta pengikut beliau hingga akhir zaman.
Alhamdulillah,
atas karunia dan rahmat yang diberikan kepada penulis, sehingga makalah ini
dapat disusun dan diselesaikan berdasarkan waktu yang telah diberikan. Makalah
ini berjudul “Konsep Pengembangan Pasar Uang Syariah”.
Penulis menyadari
bahwa terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis
berharap pembaca bisa memberikan kritik dan saran-saran yang membangun dan
memotivasi penulis untuk lebih baik lagi dalam membuat makalah.
Semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca maupun yang menulis. Amin yarabbal
a’lamiin.
Darussalam, 27
Oktober 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
............................................................................................. ii
Daftar Isi
...................................................................................................... iii
BAB I :
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
........................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah
...................................................................... 1
BAB II :
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Bisnis secara Umum dan Khusus ............................ 2
2. Konsep
Bisnis dalam Al-Qur’an
............................................... 3-4
a. Bisnis
yang Menguntungkan
............................................... 4
1) Investasi
yang Paling Baik ............................................ 5
2) Keputusan
yang Logis, Sehat dan Masuk
Akal ............ 5-6
3) Mengikuti
Perilaku yang Baik atau
Terpuji .................. 6-7
b. Bisnis
yang Merugi
............................................................. 7
1) Investasi
yang Tidak Baik
............................................. 8
2) Keputusan
yang Tidak Logis, Tidak Sehat dan Tidak Masuk Akal ............................................................................... 8
3) Perilaku
yang Tidak Baik atau Tidak
Terpuji ............... 8-9
c. Pemeliharaan
Prestasi, Hadiah dan
Hukuman .................... 9-10
BAB III :
PENUTUP
A. Kesimpulan
...................................................................................... 11
B. Saran
................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA
................................................................................. 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Hubungan sosial
dalam dunia Islam mencerminkan taraf perkembangan enokomi negara yang
bersangkutan, dan dengan majunya perkembangan ekonomi negara-negara tersebut
berangsur-angsur akan dipengaruhi oleh sikap dan perilaku dunia barat sehingga
sering disebut dengan masyarakat modern. Terdapat anggapan bahwa adanya
pertentangan antara perkembangan atau kemajuan dengan nilai-nilai tradisional.
Dikalangan umat Islam terdapat perbedaan pendapat mengenai pemahaman benar atau
tidaknya pertentangan tersebut.
Padahal
sesungguhnya Islam mengatur urusan dunia dan akhirat. Tetapi di sisi lain Islam
juga mengurus masalah ibadah, bagaimana mencari pahala dan amaliah-amaliah yang
harus dilakukan untuk melaksanakan kewajiban kepada Allah swt. Selain itu,
Islam mengurus masalah keduniaan yaitu mengenai cara memperoleh rezeki, cara
bertransaksi dengan baik dan hukum perniagaan yang sesuai dengan syariat Islam
yang ternyata dapat memberikan keuntungan dan kepuasan bagi semua pihak.
Namun,
masyarakat luas masih merasa asing dengan wacana ini, karena anggapan mereka
yang melihat islam dari satu sisi saja yaitu dalam aspek ibadahhablum minallah,
padahal manusia juga harus memerhatikan aspek hablum minannas, dimana
salah satunya manusia harus melakukan transaksi dan perniagaan yang dapat
mendukung sarana peribadatan mereka, bahkan didalam beberapa surat didalam ayat
Al-qur’an, mencari rezeki merupakan sebuah kewajiban dan diperintah secara
langsung oleh Allah swt.
B. Rumusan
Masalah
Masalah yang
akan penulis paparkan didalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa
itu bisnis secara umum dan secara khusus?
2. Bagaimana
konsep bisnis dalam Al-Qur’an?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Bisnis secara Umum dan Khusus
Bisnis adalah
sebuah aktivitas yang mengarah pada peningkatan nilai tambah melalui proses
penyerahan jasa, perdagangan atau pengolahan barang (produksi).[1] Menurut
Skinner, bisnis adalah pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling
menguntungkan atau memberi manfaat. Sedangkan menurut Anoraga dan Soegiastuti,
bisnis adalah suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan
penjualan barang atau jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh
profit.[2]
Yusanto dan
Wijayakusuma mendefinisikan lebih khusus tentang bisnis Islami adalah
serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi
jumlah kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi
dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan hartanya karena aturan halal dan
haram.[3]
Dalam
Al-Qur’an, bisnis berasal dari kata al-tijarah dan dalam bahasa arabtijaraha,
berawal dari kata dasar tajara, tajran wa tijarata, yang artinya
berdagang atau berniaga. Menurut ar-Raghib al-Asfahani dalam al-mufradat fi
gharib al-Qur’an, at-Tijarah bermakna pengelolaan harta benda untuk
mencari keuntungan. Sedangkan menurut Ibnu Farabi, yang dikutip ar-Raghib,
fulanun tajirun bi kadza, berarti seseorang yang mahir dan cakap yang
mengetahui arah dan tujuan yang diupayakan dalam usahanya.[4]
2. Konsep
Bisnis dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an dalam
mengajak manusia untuk mempercayai dan mengamalkan tuntutan-tuntutannya dalam
segala aspek kehidupan seringkali menggunakan istilah-istilah yang dikenal
dalam dunia bisnis, seperti jual beli, untung rugi dan sebagainya.[5] Dalam konteks
ini Al-Qur’an menjanjikan;
“Sesungguhnya
Allah membeli dari orang-orang mukmin harta dan jiwa mereka dan sebagai
imbalannya mereka memperoleh syurga. Siapakah yang lebih menepati janjinya
(selain) Allah maka bergembiralah dengan jual-beli yang kamu lakukan itu.
Itulah kemenangan yang besar.”[6]
Islam
memberikan konsep bisnis sebagai sebuah amaliah yang dipahami sebagai
serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi
jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun
dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan
haram). Maksudnya adalah Islam mewajibkan setiap muslim, khususnya
yang memiliki tanggungan untuk bekerja. Bekerja merupakan salah satu sebab
pokok yang memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan. Untuk
memungkinkan manusia berusaha mencari nafkah, Allah swt. melapangkan bumi
serta menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk mencari
rizki.
Ada beberapa
terma dalam al-Qur’an yang berkaitan dengan konsep bisnis. Diantaranya
adalah kata al Tijarah, al-bai’u, tadayantum dan isytara.[7]
Terma tijarah,
berawal dari kata dasar t-j-r, tajara, tajran wa tijaratan, yang bermakna
berdagang, berniaga. Dalam pengertian ini jual beli diperlihatkan dalam konteks
sebagai aspek bisnis yakni sebagai media mencari penghidupan.[8]
Terma Isytara,
kata isytara disebut dalam Al-Qur’an sebanyak dua puluh lima kali. Isytara
dalam surah at-Taubah (9: 111) digunakan dalam pengertian membeli yaitu dalam
konteks Allah membeli diri dan harta orang-orang mukmin. Dengan demikian,
terma Isytara mengandung makna transaksi antara manusia dengan Allah
atau transaksi sesama manusia yang dilakukan karena dan untuk Allah juga
transaksi dengan tujuan keuntungan manusia walaupun dengan menjual ayat-ayat
Allah.[9]
Terma ini pada
hakikatnya tidak semata-mata bersifat material dan hanya bertujuan mencari
keuntungan material semata, tetapi bersifat material sekaligus immaterial,
bahkan lebih meliputi dan mengutamakan hal yang bersifat immaterial dan
kualitas. Aktivitas bisnis tidak hanya dilakukan sesame manusia tetapi juga
dilakukan dengan ketelitian dan kecermatan dalam proses administrasi dan
perjanjian-perjanjian dan bisnis tidak boleh dilakukan dengan cara penipuan,
kebohongan, hanya karena memperoleh keuntungan. Dalam konteks inilah Al-Qur’an
menawarkan keuntungan dengan suatu bursa yang tidak pernah mengenal kerugian.[10]
Dalam
menguraikan konsep bisnis dalam al-Qur’an, Ahmad membaginya ke dalam tiga pokok
bahasan yaitu bisnis yang menguntungkan, bisnis yang merugi, dan pemeliharaan
prestasi, hadiah, dan hukuman.[11]
a. Bisnis
yang Menguntungkan
Dalam pandangan
Al-Qur’an, bisnis yang menguntungkan itu mengandung tiga elemen dasar yakni
mengetahui investasi yang paling baik, membuat keputusan yang logis, sehat dan
masuk akal, dan mengikuti perilaku yang baik. Menurut Al-Qur’an, tujuan dari
semua aktivitas manusia hendaknya diniatkan untuk mencari keridhaan Allah
karena hal ini merupakan puncak dari seluruh kebaikan, tanpa kecuali dalam
masalah bisnis. Cara untuk mencapai ridha itu adalah dengan mempergunakannya
dalam hal-hal yang baik disertai dengan niat yang ikhlas karena Allah. Bisnis
yang baik menurut Ahmad adalah meringankan, melonggarkan dan tidak menguber
para pengutang yang benar-benar tidak mampu mengembalikan secara tertulis.
Perilaku seorang kreditor yang demikian dianggap sebagai sesuatu perdagangan
yang sangat menguntungkan.[12]
1) Investasi
yang Paling Baik
Menurut
Al-Qur’an, tujuan dari semua aktifitas manusia hendaknya diniatkan untuk ibtigha-i
mardhatillah (mencari keridhaan Allah), karena hal ini merupakan pangkal
dari seluruh kebaikan. Dengan demikian maka investasi dan kekayaan milik
seseorang itu dalam hal-hal yang benar tidak mungkin untuk dilewatkan
penekanannya. Dalam ungkapan lain, investasi terbaik itu adalah jika
ia ditujukan untuk menggapai ridha Allah. Karena kekayaan Allah itu tanpa batas
dan tidak akan habis, maka merupakan pilihan terbaik untuk mencari dan
memperoleh keuntungan yang Allah janjikan dengan mengambil
kesempatan-kesempatan yang ada. Di dalam Al-Qur’an, kasih sayang Allah
digambarkan sebagai sesuatu yang lebih baik dari segala kenikmatan yang ada di
dunia. Jika mardhatillah menempati prioritas paling puncak, tentu saja
investasi untuk mencapai itu menjadi investasi terbaik dari segala jenis
investasi.[13]
2) Keputusan
yang Logis, Sehat dan Masuk Akal
Agar sebuah
bisnis sukses dan menghasilkan untung, hendaknya bisnis tersebut didasarkan
atas keputusan yang tepat, logis, bijak dan hati-hati. Menurut Al-Qur’an,
bisnis yang menguntungkan bukan hanya yang dapat dinikmati di dunia, tetapi
juga dapat dinikmati di akhirat dengan keuntungan yang jauh lebih besar. Karena
kenikmatan dunia itu tidak ada apa-apanya apabila dibandingkan dengan
kenikmatan akhirat. Kebersihan jiwalah, bukan banyaknya harta, yang akan
membuat manusia sukses di alam akhirat. Itulah sebabnya mengapa Al-Qur’an
selalu menasihati manusia agar selalu mencari dan mengarahkan apa yang di
lakukan untuk mendapat pahala di akhirat, bahkan pada saat dia melakukan
hal-hal yang bersifat duniawi sekalipun.
3) Mengikuti
Perilaku yang Baik atau Terpuji
Dalam
Al-Qur’an, perilaku yang terpuji sangat dihargai dan dinilai sebagai investasi
yang sangat menguntungkan, karena hal ini akan mendatangkan kedamaian di dunia
juga keselamatan di akhirat. Indikator perilaku seseorang itu telah dipaparkan
dalam Al-Qur’an, dimana setiap orang beriman akan selalu meniru dan mengikuti
jejak langkah Rasulullah dalam menjalani kehidupanya di dunia.
Diantara
perilaku terpuji yang direkomendasi Al-Qur’an agar memperoleh bisnis yang
menguntungkan adalah dengan mencari karunia secara sungguh-sungguh, serta
mengharap ampunan-Nya. Jalan untuk mendapat ampunan-Nya adalah dengan memberi
maaf pada sesama manusia; karena disamping akan mendapat ampunan, ia juga akan
memperoleh ganjaran yang besar dari Allah.Menepati janji dan kesepakatan juga
merupakan indikator perilaku terpuji,disamping membayar zakat dengan sempurna.
Menurut
Al-Qur’an, bisnis yang menguntungkan adalah bisnis yang tidak hanya mengejar
keuntungan duniawi yang berjangka pendek dan untuk kepentingan sesaat, tetapi keuntungan
yang bisa dinikmati di akhirat yang kekal dan abadi. Oleh karena itu agar
sebuah bisnis sukses dan menghasilkan untung, hendaknya bisnis itu didasarkan
atas keputusan yang sehat, bijaksana dan hati-hati.
Selain itu
Al-Qur’an memerintahkan pada orang-orang yang beriman untuk menjaga amanah dan
menjaga janjinya, memerintahkan mereka untuk adil dan moderat dalam perilaku
mereka terhadap Allah, begitu juga terhadap sesama manusia. Sebagai jaminan
bahwa pelaku bisnis berperilaku yang benar, Ahmad menegaskan bahwa seorang
pelaku harus selalu ingat terhadap Allah, terhadap ibadah ritualnya dan
kewajibannya membayar zakat, sampai pada saat aktivitas yang demikian sibuk dan
cepat sekalipun. Dia harus menghentikan sejenak aktivitas bisnisnya saat datang
panggilan untuk shalat jum’at dan kembali melakukannya setelah usai.[14]
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila diseur untuk menunaikan sembahyang pada hari
jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah swt dan tinggalkanlah
jual-beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila
telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah di muka bumi; dan carilah
karunia Allah swt dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”[15]
Ayat ini
memberi pengertian agar berbisnis (mencari kelebihan karunia Allah) dilakukan
setelah melakukan shalat dan dalam pengertian tidak mengesampingkan dan tujuan
keuntungan yang hakiki yaitu keuntungan yang dijanjikan Allah. Oleh karena itu,
walaupun mendorong melakukan kerja keras termasuk dalam berbisnis,
Al-Qur’an menggarisbawahi bahwa dorongan yang seharusnya lebih besar
bagi dorongan bisnis adalah memperoleh apa yang berada di sisi Allah.[16]
Dengan demikian
menurut Ahmad, perilaku bisnis yang benar adalah yang sesuai dengan ajaran
Al-Qur’an dan implementasinya tidak saja baik terhadap sesama manusia, tetapi
juga harus selalu dekat terhadap Allah swt.[17]
b. Bisnis
yang Merugi
Bisnis ini
merupakan kebalikan dari bisnis yang pertama karena kekurangan ataupun
ketiadaan elemen-elemen dari bisnis yang menguntungkan menurut Al-Qur’an.
Seluruh tindakan serta transaksi yang memungkinkan untuk mendatangkan
keuntungan akhirnya berbalik menjadi bisnis yang merugikan. Kerugian ini
diasumsikan sebagai yang merusakkan proporsi perbendaharaan akhirat yang abadi
diperdagangkan dengan kenikmatan dunia fana dan terbatas.
1) Investasi
yang Tidak Baik
Menurut
Al-Qur’an, diantara investasi yang dapat mengakibatkan pelakunya mengalami
kerugian, bahkan kehilangan modalnya sehingga terancam bangkrut total, adalah:
menukar akhirat dengan dunia; menjual ayat-ayat Allah dengan harga murah demi
mendapat keuntungan dunia yang kecil; menjual ideologi dan idealisme demi
pragmatisme dan hedonisme tanpa peduli lagi dengan pahala akhirat; terobsesi
dan mengabdi pada dunia sehingga lalai dalam pengabdian pada Allah; dan
puncaknya adalah mengorbankan modalnya yang paling berharga yaitu kehidupan itu
sendiri, untuk sesuatu yang sia-sia.
2) Keputusan
yang Tidak Logis, Tidak Sehat dan Tidak Masuk Akal
Tidak ada suatu
kenaifan dalam kehidupan ini yang lebih besar dari sebuah keputusan yang
diambil dengan cara-cara yang tidak tepat, tidak logis dan tidak rasional.
Al-Qur’an secara tegas menyatakan bahwa keputusan yang tidak tepat dan tidak
logis serta tidak masuk akal dalam hidup ini akan mengakibatkan kerugian besar
dan penyesalan yang panjang.
Diantara contoh
pengambilan keputusan yang tidak tepat adalah: lebih mementingkan kehidupan
dunia daripada kehidupan akhirat; bergelimang dengan hal-hal yang khabits
(kotor) karena ingin cepat kaya; menggadaikan iman demi harta dan kekuasaan;
terobsesi kemegahan dunia dan menyepelekan nilai-nilai kebenaran dan hidayah;
mencari pelindung selain Allah; menjalankan bisnis yang menjauhkan dirinya dari
jalan lurus yang telah ditunjukkan Allah; lebih memprioritaskan bisnis
entertainment daripada bisnis yang mengedukasi akal dan spiritual; dan terlalu
disibukkan dengan harta dan jabatan daripada mengingat Allah dan Hari Akhir.
3) Perilaku
yang Tidak Baik atau Tidak Terpuji
Perilaku apapun
yang Allah larang akan menjerumuskan pelakunya dalam kerugian yang nyata.
Al-Qur’an menyebutkan perilaku-perilaku yang tak terpuji itu bersamaan dengan
konsekuensinya yang akan merugikan dirinya di dunia maupun diakhirat. Perilaku
yang tidak terpuji menurut Al-Qur’an diantaranya: tidak mengimani dan menolak
petunjuk Allah dalam Al-Qur’an; menyembunyikan ayat-ayat Allah atau menjualnya
dengan harga murah; menyakiti perasaan orang lain dengan menyebut-nyebut
sedekah atau kebaikannya kepada orang tersebut; kikir dan merasa diri kaya
raya; membelanjakan harta tidak sesuai dengan tuntunan Allah; menjadi
pengkhianat; terlibat dalam perjudian dan minuman keras; melakukan perbuatan
keji dan tidak terhormat; mengkhianati amanah dan kepercayaan; membangkang dan
menolak perintah Allah; tidak menghargai nilai-nilai moral yang diajarkan
Al-Qur’an dalam berhubungan dengan manusia; merusak kesepakatan dan perjanjian;
tidak tahu berterima kasih; melakukan perbuatan dosa; melakukan kejahatan dan
pelanggaran hukum; melakukan praktek prostitusi; bersikap arogan dan sombong;
melakukan kebohongan publik dan sumpah palsu; memanipulasi pembayaran zakat;
dan berlaku curang dalam ukuran dan timbangan.
Selanjutnya,
Ahmad menegaskan bahwa keputusan yang tidak sehat dalam hidup ini akan
mengakibatkan kerugian yang besar. Keputusan yang tidak sehat pada akhirnya
akan melahirkan perilaku jahat yang sangat dikutuk oleh Al-Qur’an. Mengkhianati
amanah dan kepercayaan, mengurangi ukuran dan timbangan adalah diantara sekian
banyak contoh bisnis yang merugi dalam Al-Qur’an.[18]
c. Pemeliharaan
Prestasi, Hadiah dan Hukuman
Didalam
Al-Qur’an dijelaskan bahwa segala perbuatan (action) manusia tidak bisa lepas
dari sorotan dan rekaman Allah swt. Justru karena itu bagi siapapun yang
melakukan prestasi yang positif akan mendapat reward (pahala),
sebaliknya prestasi negatif ia pantas mendapat hukuman yang setimpal. Justru
karena itu kepada manusia diingatkan empat hal yang sangat penting dalam
mengerjakan aktivitasnya di dunia.
1) Bahwasanya
tidak ada kemungkinan untuk lari dari pengadilan di akhirat nanti;
2) Bahwasanya
pengadilan yang akan dilakukan itu akan berjalan dengan sangat fair dan adil;
3) Bahwasanya
pengadilan itu akan didasarkan pada bukti dan fakta yang tidak mungkin untuk
dibantah;
4) Bahwasanya
manusia akan diganjar dan disiksa sesuai dengan amalnya di dunia.
Sudah pasti
empat hal tersebut merangkung aktivitas kehidupan, tanpa kecuali aktivitas
bisnis. Para pelaku bisnis sangat penting untuk menyadari bahwa praktik
bisnisnya tidaklah berarti bebas nilai. Jika sekiranya menurut perasaannya,
tindakan bisnis yang selama ini mereka lakukan merugikan tidak diketahui oleh
konsumen, atau bahkan yang menguntungkan tidak mendapat pujian, semua itu kelak
akan mendapat balasan di akhirat. Dengan peringatan (warning) semacam itu bukan
tidak mungkin para pelaku bisnis akan menanamkan bisnisnya secara halal dan sah
melalui keputusan yang tepat yang diimbangi dengan perilaku yang dibenarkan
secara syar’i.[19]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam
al-Qur’an, bisnis disebut sebagai aktivitas manusia yang bersifat material juga
immaterial yang sekaligus dalamnya terdapat nilai-nilai etika bisnis. Dengan
demikian suatu bisnis dapat disebut bernilai, bila kedua tujuannya yaitu
pemenuhan kebutuhan material dan spiritual telah dapat terpenuhi secara
seimbang. Hakikat bisnis adalah semua bentuk-bentuk perilaku bisnis yang
terbebas dari kandungan prinsip kebatilan, kerusakan dan kezaliman. Sebaliknya
terisi dengan nilai kesatuan, kehendak bebas, pertanggung-jawaban, keseimbangan
dan keadilan serta kebenaran (kebajikan dan kejujuran).
Islam
memberikan konsep bisnis sebagai sebuah amaliah yang dipahami sebagai
serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi
jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun
dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan
haram). Maksudnya adalah Islam mewajibkan setiap muslim, khususnya
yang memiliki tanggungan untuk bekerja. Bekerja merupakan salah satu sebab
pokok yang memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan. Untuk
memungkinkan manusia berusaha mencari nafkah, Allah swt. melapangkan bumi
serta menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk mencari
rizki.
B. Saran
Dari beberapa
penjelasan di atas tentang konsep bisnis dalam Al-Qur’an pasti tidak terlepas
dari kesalahan penulisan dan rangkaian kalimat dan penyusunan makalah. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan seperti yang
diharapkan oleh para pembaca dan khususnya pembimbing mata kuliah etika bisnis
Islam. Oleh karena itu, penulis mengaharap kepada parambaca dan dosen
pembimbing mata kuliah ini dapat memberikan kritik dan saran yang sifatnya
membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Muhammad, Etika
Bisnis Islami, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004.
Muhammad &
Alimin, Etika & Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam, Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta, 2004.
Muhammad
Djakfar, Agama, Etika dan Ekonomi, Malang: UIN-Malang, 2007.
Internet:
Nanang
Soehendar, Etika Bisnis dalam Paradigma Al-Qur’an,http://nanangsoehendar.blogspot.com/2012/11/etika
-bisnis-dalam-paradigma-al-quran.html.
[1] Muhammad & Alimin, Etika & Perlindungan Konsumen
dalam Ekonomi Islam, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2004), h. 56.
[4] Nanang Soehendar, Etika Bisnis dalam Paradigma Al-Qur’an,http://nanangsoehendar.blogspot.com/2012/11/etika
-bisnis-dalam-paradigma-al-quran.html, diakses pada hari selasa 8 oktober
2013, pukul 15.30 wita.
[7] Nanang Soehendar, Etika Bisnis dalam Paradigma Al-Qur’an,http://nanangsoehendar.blogspot.com/2012/11/etika
-bisnis-dalam-paradigma-al-quran.html, op.cit.
[13] http://www.eramuslim.com/peradaban/ekonomi-islam/konsep-bisnis-dalam-al-qur-an.html.,
diakses hari Rabu 09 Oktober 2013, pukul 17.30 wita.
No comments:
Post a Comment