KATA PENGANTAR
بسم
الله الرحمن الرحيم
Segala
Puji Bagi Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, shalawat dan salam kita
haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw beserta keluarga dan para sahabat
beliau, serta pengikut beliau hingga akhir zaman.
Alhamdulillah,
atas karunia dan rahmat yang diberikan kepada penulis, sehingga makalah ini
dapat disusun dan diselesaikan berdasarkan waktu yang telah diberikan. Makalah
ini berjudul “Konsep Pengembangan Pasar Uang Syariah”.
Penulis menyadari
bahwa terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis
berharap pembaca bisa memberikan kritik dan saran-saran yang membangun dan
memotivasi penulis untuk lebih baik lagi dalam membuat makalah.
Semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca maupun yang menulis. Amin yarabbal
a’lamiin.
Darussalam, 27
Oktober 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Bukti audit
sangat besar pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh auditor dalam
rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan yang diauditnya. Oleh karena
itu, auditor harus mengumpulkan dan mengevaluasi bukti yang cukup dan kompeten
agar kesimpulan yang diambilnya tidak menyesatkan bagi pihak pemakai dan juga
untuk menghindar dari tuntutan pihak-pihak yang berkepentingan di kemudian hari
apabila pendapat yang diberikannya tidak pantas.
Tipe bukti
audit berupa dokumentasi (bukti dokumenter) juga penting bagi auditor. Namun,
dokumentasi pendukung yang dibuat dan hanya digunakan dalam organisasi klien
merupakan bukti audit yang kualitasnya lebih rendah karena tidak adanya pengecekan
dari pihak luar yang bebas. Bukti audit yang diperoleh selama pekerjaan
lapangan harus didokumentasikan dengan baik dalam kertas kerja audit, disertai
dengan keterangan mengenai klasifikasi bukti auditnya. Hal tersebut dimaksudkan
agar auditor mudah dalam melakukan analisis dan evaluasi lebih lanjut, sehingga
proses pengembangan temuan audit dapat dilakukan dengan baik berdasarkan
unsur-unsurnya .
Kertas kerja
(working paper) merupakan mata rantai yang menghubungkan catatan klien dengan
laporan audit. Oleh karena itu, kertas kerja merupakan alat penting dalam
profesi akuntan publik. Dalam proses auditnya, auditor harus mengumpulkan atau
membuat berbagai tipe bukti. Untuk mendukung simpulan dan pendapatnya atas
laporan keuangan. Untuk kepentingan pengumpulan dan pembuatan bukti itulah
auditor membuat kertas kerja. Kertas kerja memberikan panduan bagi auditor
dalam penyusunan kertas kerja dalam audit atas laporan keuangan atau perikatan
audit lainnya, berdasarkan seluruh standar auditing yang ditetapkan Ikatan
Akuntan Indonesia.
Kertas Kerja
Audit (KKA) merupakan media yang digunakan auditor untuk mendokumentasikan
seluruh catatan, bukti dan dokumen yang dikumpulkan dan simpulan yang dibuat
auditor dalam setiap tahapan audit. Kertas kerja audit akan berfungsi mendukung
laporan hasil audit. Begitu pentingnya KKA harus dijaga mutunya melalui proses
review secara berjenjang.
Berdasarkan
latar belakang diatas penulis tertarik mengangkat judul Bukti Audit dan Kertas
Kerja Audit.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, maka penulis akan membahas tentang:
1. Bagaimana
Bukti Audit?
2. Bagaimana
Kertas Kerja Audit?
C. Tujuan
Tujuan penulis
menyusun makalah ini adalah untuk mengetahui tentang bagaimana bukti audit dan
kertas kerja audit itu sendiri, serta sebagai bahan diskusi.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Bukti
Audit
Bukti audit
merupakan segala informasi yang mendukung angka-angka atau informasi lain yang
disajikan dalam laporan keuangan, yang dapat digunakan oleh auditor sebagai
dasar untuk menyatakan pendapatnya. Bukti audit yang mendukung laporan keuangan
terdiri dari data akuntansi dan semua informasi penguat (corroborating
information) yang tersedia bagi auditor. Informasi ini sangat bervariasi sesuai
kemampuannya dalam meyakinkan auditor bahwa laporan keuangan telah disajikan
sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Bukti audit
mencakup informasi yang sangat persuasif, misalnya perhitungan auditor atas
sekuritas yang diperjualbelikan dan informasi yang kurang persuasif, misalnya
respons atas pertanyaan-pertanyaan dari para karyawan klien. Penggunaan bukti
audit bukan hal yang aneh bagi auditor. Bukti juga digunakan secara ekstentif
oleh para ilmuwan, pengacara dan ahli sejarah.
Buku harian,
buku besar dan buku pembantu, memo, dan catatan tidak resmi seperti daftar
lembaran kerja (work sheet) yang mendukung alokasi biaya, perhitungan dan
rekonsiliasi secara keseluruhan merupakan bukti yang mendukung laporan
keuangan. Informasi pendukung lainnya meliputi semua dokumen seperti cek,
faktur, surat kontrak, notulen rapat, konfirmasi dan pernyataan tertulis dari
pihak yang kompeten, informasi yang diperoleh auditor melalui Tanya jawab,
pengamatan, inspeksi dan pemeriksaan fisik, serta informasi lain yang
dihasilkan atau tersedia bagi auditor yang memungkinkannya untuk menarik
kesimpulan dengan alasan kuat.
Pertimbangan
auditor tentang kelayakan bukti audit dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagai
berikut:
a. Pertimbangan
profesional, yaitu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keseragaman
penerapan mutu dan jumlah bukti yang diperlukan dalam audit.
b. Integritas
manajemen, manajemen juga bertanggung jawab atas asersi yang tercantum dalam
laporan keuangan. Manajemen juga berada dalam posisi untuk mengendalikan
sebagian besar bukti dan data akuntansi yang mendukung laporan keuangan.
c. Kepemilikan
publik versus terbatas, umumnya auditor memerlukan tingkat keyakinan yang lebih
tinggi dalam audit atas laporan keungan perusahaan publik (misalnya PT
yang go Public) dibandingkan dengan audit atas laporan keuangan perusahaan
yang dimiliki oleh kalangan terbatas (misalnya PT tertutup).
d. Kondisi
keuangan, umumnya jika suatu perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan proses
kebangkrutan, pihak-pihak yang berkepentingan seperti kreditur, akan meletakan
kesalahan dipundak auditor, karena kegagalan auditor untuk memberikan
peringatan sebelumnya mengenai memburuknya kondisi keuangan perusahaan. Dalam
keadaan ini, auditor harus mempertahankan pendapatnya atas laporan keuangan
auditan dan mutu pekerjaan audit yang telah dilaksanakan.[1]
Tipe bukti
audit dapat dikelompokan menjadi dua golongan berikut ini: [2]
1) Tipe
data akuntansi
a. Pengendalian
intern
b. Catatan
akuntansi
2) Informasi
penguat
a. Bukti
fisik
Yaitu bukti
yang diperoleh dengan cara insfeksi atau perhitungan aktiva berwujud. Tipe
bukti ini pada umumnya dikumpulkan oleh auditor dalam pemeriksaan terhadap
persediaan dan kas.
b. Bukti
dokumenter
Tipe bukti
audit yang paling penting bagi auditor adalah bukti dokumenter. Tipe bukti
audit ini dibuat dari kertas bertuliskan huruf atau angka atau simbol-simbol
yang lain.
c. Perhitungan
Yaitu
perhitungan yang dilakukan sendiri oleh auditor untuk membuktikan ketelitian
perhitungan yang terdapat dalam catatan klien merupakan salah satu bukti audit
yang bersifat kuantitatif.
d. Bukti
lisan
Dalam
melaksanakan audit, auditor tidak hanya berhubungan dengan angka, namun
berhubungan dengan orang, terutama para manajer.
e. Perbandingan
Untuk
menentukan akun atau transaksi yang akan dipisahkan guna penyelidikan yang
lebih insentif, auditor melakukan analisis terhadap perbandingan setiap aktiva,
utang, penghasilan, dan biaya dengan saldo yang berkaitandengan tahun
sebelumnya.
f. Bukti
dari spesialis
Spesialis
adalah seorang atau perusahaan yang memiliki keahlian atau pengetahuan khusus
dalam bidang selain akuntansi dan auditing.
Dalam proses
pengumpulan bukti audit, auditor melakukan empat pengambilan keputusan yang
saling berkaitan, yaitu: [3]
1) Penentuan
prosedur audit yang akan digunakan
Prosedur audit
yang biasa dilakukan oleh auditor meliputi:
a. Isnfeksi
Merupakan
pemeriksaan secara rinci terhadap dokumen atau kondisi fisik sesuatu.
b. Pengamatan
Pengamatan atau
observasi merupakan prosedur audit yang digunakan oleh auditor untuk melihat
atau menyaksikan peakasanaan suatu kegiatan.
c. Konfirmasi
Konfirmasi
merupakan bentuk penyelidikan yang memungkinkan auditor memperoleh informasi
secara langsung dari pihak ketiga yang bebas.
d. Permintaan
keterangan (enquiry)
Merupakan
prosedur audit yang dilakukan dengan meminta keterangan secara lisan.
e. Penelusuran (tracing)
Dalam
pelaksanaan prosedur audit ini, auditor melakukan penelusuran informasi sejak
mula-mula data tersebut direkam pertama kali dalam dokumen, dilanjutkan dengan
pelacakan pengolahan data dalam proses akuntansi.
f. Pemeriksaan
dokumen pendukung (vouching)
Merupakan
prosedur audit yang meliputi:
a) Insfeksi
terhadap dokumen-dokumen yang mendukung suatu transaksi atau data keuangan
untuk menentukan kewajaran dan kebenarannya.
b) Perbandingan
dokumen tersebut dengan catatan akuntansi yang berkaitan.
g. Penghitungan (counting)
Prosedur ini
meliputi:
a) Perhitungan
fisik terhadap sumber daya berwujud seperti kas atau persediaan.
b) Pertanggungjawaban
semua formulir bernomor urut tercetak.
h. Scanning
Merupakan riview secara
cepat terhadap dokumen, catatan dan daftar untuk mendeteksi unsur-unsur yang
tampak tidak biasa yang memerlukan penyelidikan lebih mendalam.
i. Pelaksanaan
ulang (reperporming)
Prosedur ini
merupakan pengulangan aktivitas yang dilaksanakan oleh klien.
j. Teknik
audit berbantuan komputer (computer-assisted audit techniques)
Bilamana
catatan akuntansi klien diselenggarakan dalam media elektronik, auditor perlu
menggunakan computer-assisted audit techniques dalam menggunakan
berbagai prosedur audit yang dijelaskan diatas.
2) Penentuan
besarnya sampel
Jika prosedur
telah ditetapkan, auditor dapat menentukan besarnya sampel yang berbeda dari
unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam populasi yang diperiksa.
3) Penentuan
unsur tertentu yang dipilih sebagai anggota sampel.
Setelah
besarnya sampel ditentukan untuk prosedur audit tertentu, audit harus
memutuskan unsur mana yang akan dipilih sebagai anggota sampel untuk diperiksa.
4) Penentuan
waktu yang cocok untuk melaksanakan prosedur audit.
Karen audit
terhadap laporan keuangan meliputi suatu jangka waktu tertentu, biasanya 1
tahun, maka auditor dapat melalui mengumpulkan bukti audit segera setelah awal
tahun.
2. Kertas
Kerja
Kertas Kerja
(working paper) mendokumentasikan audit. Kertas kerja berisi catatan informasi
yang diperoleh dan analisis yang dilakukan selama proses audit. Kertas kerja
disiapkan sejak saat auditor pertama kali memulai penugasannya hingga mereka
menelaah tindakan perbaikan dan mengakhiri proyek audit. Kertas kerja berisi
dokumentasi atas langkah-langkah berikut ini dalam proses audit:[4]
a) Rencana
audit, termasuk program audit.
b) Pemeriksaan
dan evaluasi kecukupan dan efektivitas sistem control internal.
c) Prosedur-prosedur
audit yang dilakukan, informasi yang diperoleh, dan kesimpulan yang dicapai.
d) Penelaahan
kertas kerja oleh penyedia.
e) Laporan
audit.
f) Tindak
lanjut dari tindakan perbaikan.
Setiap auditor
wajib membuat Kertas Kerja Audit (KKA) pada saat melaksanakan tugas audit.
Manfaat utama dari KKA antara lain:[5]
1) Merupakan
dasar penyusunan laporan hasil audit.
2) Merupakan
alat bagi atasan untuk mereview dan mengawasi pekerjaan para pelaksanaan audit.
3) Merupakan
alat pembuktian dari laporan hasil audit.
4) Menyajikan
data untuk keperluan referensi.
5) Merupakan
salah satu pedoman untuk tugas audit berikutnya.
Begitu
pentingnya KKA bagi suatu penugasan audit, maka penyusunan KKA oleh auditor
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:[6]
§ Lengkap
§ Bebas
dari kesalahan
§ Didasarkan
atas fakta dan argumentasi yang rasional
§ Sistematis,
bersih, mudah dipahami, dan diatur dengan rapi
§ Memuat
hal-hal penting yang relevan dengan audit
§ Mempunyai
tujuan yang jelas
§ Sedapat
mungkin hindari pekerjaan menyalin ulang
§ Dalam
setiap kertas kerja harus mencantumkan kesimpulan hasil audit dan komentar atau
catatan reviewer
Pendapat yang
mendukung kertas kerja yang profesional cukup banyak dan meyakinkan. Auditor
internal harus menyiapkan kertas kerja yang akurat, jelas, terorganisasi, dan
profesional, dengan mempertimbangkan hal-hal berikut ini:
a. Dokumentasi
Kertas kerja
harus mengikuti bentuk dan susunan yang konsisten, tidak hanya dalam setiap
penugasan audit tetapi juga pada departemen audit internal. Jadi, kepala bagian
audit harus menetapkan kebijakan mengenai jenis-jenis kertas kerja audit yang
harus disimpan, sistem penempatan yang akan digunakan, sistem pemberian indeks
yang akan diikuti, dan hal-hal terkait lainnya.
Begitu mereka
terbiasa dengan suatu format, auditor internal tidak harus berpikir banyak
mengenai susunan kertas kerja, tetapi lebih kepada kebutuhan apa yang akan dicatat.
Kertas kerja bisa mencakup antara lain:[7]
· Perencanaan
dokumen dan program audit.
· Kuesioner
induk, bagan alir, daftar pemeriksaan, dan hasil-hasil evaluasi kontrol.
· Catatan
wawancara
· Bagan
organisasi, pernyataan kebijakan dan prosedur, serta deskripsi kerja.
· Salinan
kontrak-kontrak dan perjanjian penting.
· Surat
konfirmasi dan representasi.
· Foto,
diagram, dan tampilan grafis lainnya.
· Uji
dan analisis transaksi.
· Hasil-hasil
prosedur penelaahan analitis.
· Laporan
audit dan jawaban manajemen.
· Korespondensi
audit yang relevan.
b. Ringkasan
Kertas Kerja
Auditor, dalam
melakukan penelusuran audit, sering kali enggan mengalokasikan waktu audit
untuk membuat ringkasan. Tidak membuat ringkasan sering kali merupakan
kesalahan. Apa yang dipikir auditor sudah mereka kuasai sepenuhnya bisa terlupakan
seiring berjalannya waktu. Ingatan bisa menjadi pelayan yang tidak setia,
kadang kala menyimpan apa yang diinginkan saja.
Proses
pembuatan ringkasan menyediakan pandangan menyeluruh yang objektif. Ringkasan
bisa mengembalikan ingatan ke fakta-fakta yang ada. Ringkasan membantu
menempatkan temuan dalam perspektif yang wajar. Ringkasan memfokuskan pada hal
yang penting dan relevan secara tepat. Auditor yang secara periodic meringkas
temuan mereka, yang buruk maupun yang baik, memegang kendali atas penugasan
audit mereka.[8]
Ringkasan jika
bermanfaat dalam menghubungkan kelompok-kelompok kertas kerja yang terkait
dengan satu hal tertentu. Ringkasan dapat memberikan alur yang berurutan dan
logis untuk berbagai kertas kerja yang saling terkait dan dapat memfasilitasi
penelaahan atas bagian-bagian penugasan tertentu. Berikut ini beberapa bentuk
ringkasan yang dapat memberi manfaat:[9]
· Ringkasan
segmen-segmen audit
· Ringkasan
statistic
· Ringkasan
rapat
· Ringkasan
program audit
· Ringkasan
temuan
c. Pemberian
Indeks dan Referensi Silang
Pemberian
indeks silang yang baik memiliki beberapa tujuan. Pertama, menyederhanakan
penelaahan kertas kerja oleh penyelia. Meskipun auditor internal memiliki semua
fakta yang relevan mengenai suatu masalah dengan jelas, hubungan antara
fakta-fakta tersebut mungkin tidak jelas bagi orang lain. Referensi harus
dengan mudah menuntun penelaah ke fakta-fakta terkait pada bagian lain kertas
kerja. Kedua, referensi silang memudahkan jalan bagi auditor berikutnya yang
menggunakan kertas kerja untuk penelaahan tindak lanjut.[10] Ketiga,
referensi silang menyederhanakan penelaahan berikutnya atas kertas kerja. Dan
keempat, referensi silang meningkatkan hasil akhir: laporan audit internal.[11]
d. Kertas
Kerja Pro Forma
Anggaran dan
skedul sering kali digabungkan karena auditor ingin menghemat penyajian kertas
kerja. Beberapa organisasi audit telah membuat aturan kertas kerja yang
mengandung informasi standar, yang mengingatkan auditor hal-hal penting yang
akan dicakup dalam audit. Sebuah organisasi audit membuat semacam kertas kerja
pro forma yang bisa membantu.[12]
e. Penelaahan
Kertas Kerja oleh Penyelia
Sebagaimana
pada banyak aktivitas lainnya, kontrol terbaik adalah pengawasan oleh penyelia
yang memiliki pengetahuan lebih. Penelaahan ini harus dibuktikan pada setiap
kertas kerja menggunakan nama atau inisial penyelia dan tanggal penelaahan.
Pertanyaan yang muncul harus tercakup dengan setiap kelompok kertas kerja yang
berhubungan, dan kertas kerja tersebut tidak boleh dianggap selesai hingga
pertanyaan-pertanyaan tersebut dijawab dengan jawaban yang memuaskan penyelia.[13]
f. Menulis
di Kertas Kerja saat Audit Berlangsung
Tulisan awal
tentang tujuan, latar belakang, kontrol, sasaran, dan lingkup bisa dibuat
segera setelah auditor melakukan penelaahan awal atas operasi. Mereka tidak
harus menunggu hingga audit atas segmen tersebut selesai. Bila menunggu seperti
ini maka pekerjaan menjadi terlalu berat dan banyak fakta yang menjadi kabur
dalam pikiran mereka. Temuan bisa diringkas segera setelah pengujian dilakukan.
Hasil-hasilnya kemudian segera bisa digunakan dalam diskusi dengan klien. Dalam
beberapa organisasi bahan-bahan yang akan dipertimbangkan untuk laporan audit
juga dikonstruksikan dan mungkin perlu ditelaah dengan klien pada saat
tersebut. Hal ini khususnya bermanfaat jika klien telah mulai
mengimplementasikan rekomendasi auditor.[14]
g. Penyimpanan
Kertas Kerja
Kertas kerja
harus dibuang bila tidak lagi digunakan. Bila audit lanjutan atas sebuah
operasi telah diselesaikan, auditor harus membuat keputusan, disetujui oleh
penyelia mereka, mengenai apakah kertas kerja sebelumnya harus disimpan atau
dimusnahkan. Bila kertas kerja mengandung dokumentasi atau bahan-bahan lainnya
yang akan terus digunakan, maka bagian kertas kerja tersebut harus dibawa ke
kertas kerja tahun ini. Ketentuan kontraktual atau hukum mungkin harus
disimpan. Oleh karena itu, prosedur dan jadwal untuk departemen audit internal
harus disiapkan oleh kepala bagian audit dan disetujui oleh penasihat hukum.[15]
h. Kepemilikan
Kertas Kerja
Jika
pihak-pihak terbatas ingin melihat kertas kerja audit internal, auditor
internal merupakan korban dari kesuksesannya sendiri. Bila hasil kerja dan
efektivitas kerja mereka semakin dikenal dan diterima, permintaan untuk melihat
kertas kerja mereka akan meningkat. Sebuah pertanyaan tambahan yang muncul
adalah mengenai kepemilikan dokumentasi audit internal. Apakah kertas kerja
tersebut milik manajemen, pemegang saham, atau departemen audit internal? Dalam
banyak kasus, tulisan yang tertera di akta perusahaan, undang-undang, dan akta
audit bisa menentukan hal ini.
Akan tetapi,
hak pihak luar terhadap kertas kerja audit internal belum pernah ditetapkan
dengan jelasn secara hukum. Pada umumnya permintaan oleh badan pemerintahan
diizinkan oleh pengadilan atau dijelaskan dalam kontrak. Permintaan oleh orang
atau organisasi tertentu masih merupakan perdebatan di antara beberapa aturan
yang ada. Juga, sifat bukti yang diminta akan memengaruhi bisa tidaknya kertas
kerja dilihat oleh pihak luar. Keseluruhan masalah ini diperparah dengan adanya
fakta bahwa dalam beberapa kasus hak akses ditentukan melalui pengadilan dan
bukan pengadilan banding, sehingga bisa menyebabkan penerapan yang tidak
konsisten.[16]
Pengorganisasian
Kertas Kerja Audit
Pengorganisasian
KKA harus selalu dikaitkan dengan tujuan audit utama (primary audit objective)
atau sub-sub tujuan audit yang ditetapkan auditor. Pengelompokan KKA harus
didasarkan pada sasaran utama atau sub-sub tujuan audit yang telah ditetapkan.
Untuk mempermudah pengelompokan dan untuk menunjukkan dengan jelas keterkaitan
masing-masing kelompok, maka dalam penyusunan KKA perlu ditentukan sistem
pemberian indeks dan sistem klasifikasi KKA. KKA pada audit manajemen
mengelompokkan bukti-bukti yang diperoleh sesuai dengan elemen tujuan audit.
Jadi dengan demikian setiap KKA akan menyajikan temuan kelompok kriteria,
penyebab, dan akibat, baik dalam bentuk temuan yang bersifat rinci maupun
kesimpulan untuk masing-masing elemen tujuan audit tersebut.[17]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bukti audit dan
kertas kerja audit sangat penting dan saling berkaitan dalam proses
pengauditan. Karena, dengan adanya bukti audit yang berupa kumpulan informasi
yang disajikan dalam laporan keuangan mempermudah para auditor untuk menyatakan
pendapatnya. begitupun dengan kertas kerja audit yang berisi catatan informasi
yang diperoleh dan analisis yang dilakukan selama proses audit sehingga
mempermudah para auditor dalam menelaah tindakan perbaikan dan
mengakhiri proyek audit.
B. Saran-saran
Dari penjelasan
di atas tentang bukti audit dan kertas kerja audit tidak terlepas dari
kesalahan penulisan dan rangkaian kalimat serta penyusunannya. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan seperti yang
diharapkan oleh pembaca dan khususnya pembimbing mata kuliah pemeriksaan dan
pengawasan bank. Oleh karena itu, penulis mengharap kepada para pembaca
(mahasiswa/i) dan dosen pembimbing mata kuliah ini dapat memberikan kritik dan
saran yang sifatnya membangun.
DAFTAR PUSTAKA
IBK.Bayangkara, Audit
Manajemen Prosedur dan Implementasi, Jakarta: Salemba Empat, 2008.
Lawrence B.
Sawyer, Mortimer A. Dittenhofer & James H. Scheiner,Sawyer’s Internal
Auditing – Audit Internal Sawyer, Jakarta: Salemba Empat, 2005.
Mulyadi, Auditing,
Jakarta: Salemba Empat, 2002.
[4] Lawrence B. Sawyer, Mortimer A. Dittenhofer & James H.
Scheiner, Sawyer’s Internal Auditing – Audit Internal Sawyer, (Jakarta:
Salemba Empat, 2005), h. 361.
[5] IBK.Bayangkara, Audit Manajemen Prosedur dan
Implementasi, (Jakarta: Salemba Empat, 2008), h. 35.
[7] Lawrence B. Sawyer, Mortimer A. Dittenhofer & James H.
Scheiner, Sawyer’s Internal Auditing – Audit Internal Sawyer,
op.cit., h. 363.
No comments:
Post a Comment