KATA PENGANTAR
بسم
الله الرحمن الرحيم
Segala
Puji Bagi Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, shalawat dan salam kita
haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw beserta keluarga dan para sahabat
beliau, serta pengikut beliau hingga akhir zaman.
Alhamdulillah,
atas karunia dan rahmat yang diberikan kepada penulis, sehingga makalah ini
dapat disusun dan diselesaikan berdasarkan waktu yang telah diberikan. Makalah
ini berjudul “Konsep Pengembangan Pasar Uang Syariah”.
Penulis menyadari
bahwa terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis
berharap pembaca bisa memberikan kritik dan saran-saran yang membangun dan
memotivasi penulis untuk lebih baik lagi dalam membuat makalah.
Semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca maupun yang menulis. Amin yarabbal
a’lamiin.
Darussalam, 27
Oktober 2013
Jual-Beli Ikan
di Air
لا
تشتروا السمك فى ا لما ء فا نه غر و ر (ر و اه ا
حمد)
Artinya:
“Janganlah kamu
membeli ikan di dalam air karena jual-beli seperti itu termasuk gharar
(menipu).”
Dalam hukum
jual-beli harus terlebih dahulu diketahui barangnya dan jelas barangnya, dengan
tujuan agar tidak terjadi gharar yaitu ketidak pastian/spekulasi dan agar tidak
ada yang terzalimi dalam jual-beli. Ma’dum yang merupakan jual-beli yang
barangnya tidak ada atau belum ada juga dilarang dalam hukum Islam, sebagaimana
hadis diatas yang diriwayatkan Ahmad yaitu larangan menjual atau jual-beli ikan
dalam air atau yang masih ada dalam air seperti dalam sungai atau di dalam
laut. Ikan yang masih ada dalam air tersebut tidak jelas barangnya karena tidak
diketahui seberapa banyak ikan yang ada di dalam air tersebut, apakah harga
jualnya sebanding dengan ikan yang ada di dalam air atau malah merugikan salah
satu pihak antara penjual dan pembeli. Misalnya dalam sebuah kasus Pak Hasan
seorang pedagang ikan di pasar Suka Damai telah membeli ikan kepada Pak
Nor, yang ikan tersebut masih ada dalam sungai dekat rumah Pak Nor.
Kemudian Pak Hasan baru mengetahui setelah ia membayar dan akan menangkap
ikan-ikan tersebut bahwa ikan yang ada dalam sungai tersebut tak sebanding
dengan harga yang ia bayar. Mengetahui hal tersebut Pak Hasan merasa
dirugikan telah membeli ikan yang masih ada dalam air tersebut. Pak
Hasan pun tidak terima dengan hal tersebut, ia meminta uangnya di kembalikan.
Tapi, Pak Nor tidak mau karena baginya semua sudah menjadi resiko bagi Pak
Hasan.
Dalam kasus di
atas nampak jelas bahwa akan menimbulkan masalah antara kedua belah pihak yaitu
antara penjual dan pembeli. Dalam kasus terdapat beberapa larangan dalam
jual-beli, yaitu:
1. Barang
yang diperjual-belikan tidak tampak, karena ikan sebagai barang yang
diperjual-belikan masih ada dalam air, bukan hasil tangkapan dari Pak Nor.
2. Barang
yang diperjual-belikan bukan hak milik pribadi, tapi untuk kemaslahatan
bersama. Karena sungai tersebut bukan milik pribadi Pak Nor. Dalam jual-beli
juga ada larangan dalam jual-beli air, seperti air sungai atau air laut.
Kesimpulan:
Berdasarkan
hadis dan kasus di atas maka dapat di tarik kesimpulan bahwa dalam jual-beli,
seorang pembeli tidak boleh memberikan uang lebih dahulu, kecuali sudah ada
kejelasan dari barang yang diperjual-belikan, agar tidak ada yang merasa
terzalimi, karena di rugikan. Hal ini juga dapat menghindari terjadinya
permusuhan dikemudian hari.
CONTOH JUAL
BELI YANG DILARANG
Contoh jual
beli yang dilarang dan batal hukumnya :
عن
ابن عمر ر ض قا ل نهي رسو ل الله ص م عن عسب الفحل
(ر و
ا ه ا لبخا ر ى)
“Dari
Ibn Umar r.a berkata ; Rasulullah SAW telah melarang menjual mani
binatang” (Riwayat Bukhari).
Kesimpulan dan
penjelasan dari hadits diatas:
Dari hadits di
atas sudah jelas bahwa jual beli sperma (mani) binatang/hewan dilarang oleh
Rasulullah SAW. Karena itu bukanlah perkawinan murni dari bintang tersebut, dan
itu bias menyakiti binatang yang spermanya di ambil melalui suntikan dan
semacamnya.
Jual beli
seperti ini jelas bisa merusak nasab (turunan) dari hewan tersebut. Sperma
adalah barang atau benda yang masih tidak jelas tolak ukur keberhasilan
turunannya jika dikawinkan dengan sperma hewan lawannya. Hal-hal yang tidak
pasti dalam Islam, atau tidak ada kejelasan(samar) jelas dilarang.
Adapun contoh
hadits jual beli yang dilarang oleh agama, namun tetap sah hukumnya jika ada
pengecualiannya. Yakni :
قلر
سو ل الله ص م لا ىبىع حا ضىر للبا د (ر و ه البخا و مسلم )
”berkata
Rasulullah SAW. Tidak boleh menjualkan orang hadir (orang dikota) barang orang
dusun (desa/baru datang). (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Kesimpulan dan
penjelasan hadits diatas :
Maksud dari
hadits diatas ialah orang-orang kota dilarang menemui atau mencegat orang-orang
didesa sebelum mereka(orang dusun/desa) masuk kepasar untuk membeli
benda-bendanya dengan harga yang semurah-murahnya, sebelum mereka tau harga
pasaran, kemudian ia jual dengan harga yang setinggi-tingginya.
Perbuatan
seperti ini sering terjadi dipasar-pasar yang berlokasi didaerah perbatasan
antara kota dan kampung. Tapi dalam pengecualian jika orang kampung (desa)
sudah mengetahui harga pasaran, jual beli semacam ini tidak apa-apa.
LARANGAN
MENJUAL BUAH-BUAHAN SEBELUM NYATA BAIKNYA
Hadits :
نهي
النبي صلي الله عليه وسلم عن بيع النحل حتي يا كل اويؤ كل و حتي يو زن. قيل له :
وما يو زن؟ قا ل رجل عند ه: حتي يحرز.
Ibn Abbas r.a
berkata: Nabi saw, melarang menjual buah kurma yang di pohon sehingga dapat
dimakan atau ditimbang. Ketika ditanya: Apakah ditimbang? Jawabnya oleh orang
yang ada hadir di situ: sehingga diketam, diturunkan dan disimpan. (Bukhari,
Muslim).[1]
Rasulullah saw
tidak membolehkan kita menjual buah kurma tanpa bersama batangnya sebelum buah
itu nyata baiknya.
Sesudah nyata
baiknya, maka kita boleh menjualnya, walaupun si pembeli tidak terus
mengambilnya, dan walaupun tidak disyaratkan supaya buah kurma itu segera
dipetik dari batangnya.
Tidak
dibenarkan kita menjual buah-buahan sebelum nyata baiknya sebelum nyata
matangnya, karena masih belum dapat dijamin bahwa buah itu terpelihara dari
bencana, agar tidak merugikan salah satu pihak. Jangan sampai memakan harta
orang dengan cara yang tidak wajar. Dan Nabi melarang si pembeli melakukan hal
itu untuk menghindarkannya dari kerugian.
Para ulama
menetapkan bahwa apabila jual beli itu dilakukan dengan syarat supaya si
pembeli terus memetiknya, maka jual beli itu sah. Tetapi jika jual beli itu
dengan syarat buah itu tetap di batangnya sampai nyata baiknya, maka jual beli
itu batal. Juga tidak sah, walaupun tidak disyaratkan apa-apa.
Dalam pada itu
Nabi membolehkan kita berjual beli secara ‘araya yaitu menjual buah kurma yang
hampir masak sesudah ditakar jumlahnya oleh ahli takar, dan diketahui kadarnya
dengan buah kurma yang telah masak.
Para ulama
sepakat menetapkan bahwa menjual buah kurma yang hampir masak dengan dengan
kurma yang telah masak, pada yang selain dari ‘araya, tidak boleh dan dianggap
riba. Juga mereka tidak membolehkan kita menjual anggur yang belum masak,
dengan anggur yang sudah kering, sebagaimana tidak boleh (haram) kita menjual
gandum yang masih dalam tandannya, dengan gandum yang sudah dibersihkan.
Para ulama juga
sepakat menetapkan bahwa tidak boleh dilakukan penjualan secara salam (membeli
barang yang belum ada dengan harga kontan) terhadap sesuatu batang kurma yang
dikhususkan dari sesuatu kebun, sebelum nyata dapat dipergunakan buahnya.[2]
Kesimpulan :
Kita tidak
dibolehkan menjual buah-buahan yang masih di batang sebelum buah-buahan itu
nyata dapat dimanfaatkan. Kalau sudah nyata dapat dimanfaatkan, sah lah
diperjualbelikan.
[1] Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi, “al-lu’lu’ wal marjan” terjemahan
H. Salim Bahreisy, (Surabaya, pt.bina ilmu, 1996), hal. 554.
[2] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, “Mutiara Hadits 5 –
Nikah & hukum keluarga, Perbudakan, jual beli, nazar & sumpah, pidana
& peradilan, jihad”, (semarang, PT.Pustaka Rizki Putra, 2003), hal.204-205.
No comments:
Post a Comment